MANIFESTO KOMUNIS
Masalah : mengapa
berjuang untuk revolusi yang tak terelakan?
Teori Marx mengalami kesulitan serius dan kegelisahan
yang tidak pernah bisa diatasi. Apakah masuk akal bagi Marx, mendorong kaum
proletar untuk beraksi agar menghasilkan revoluysi yang penting dan tidak bisa
dihindari, menurut hukum-hukum dialektika sejarah? Mengapa harus kaum komunias
yang mendorong kaum proletar untuk beraksi agar menciptakan revoluis yang akan
datang? Apakah pendekatannya tidak bisa ditawar-tawar lagi sehingga tidak ada
kekuatan di muka bumi yang bisa menghentikanya? Untuk apa berjuang demi hal
yang tidak bisa dihindarikan lagi?
Marx membangun
pembedaan antara komunisme filosofis dan komunisme `nyata' pada sebuah sketsa
umum perkembangan historis yang menempatkan komunisme sebagai sebuah `partai
revousioner tertentu', bukan dalam dunia ide melainkan sebagai hasil yang
niscaya dalam sebuah kondisi sosial tertentu. Dari skema inilah muncul kemudian
konsep-konsep dasar tentang materialisme historis. Marx menyajikan
penafsirannya tentang sejarah dengan sangat berbeda dari apa yang disajikan
oleh filsafat Jerman dalam hal sejarah bergerak maju `dari bumi menuju surga'
bukannya sebaliknya. Adalah dalam proses di mana manusia memproduksi alat
material untuk penghidupannya, bagaimana mereka `bekerja di bawah
pembatasan-pembatasan syarat-syarat dan kondisi-kondisi material tertentu yang
tidak tergantung dari kehendak bebas mereka', itulah yang menentukan
`pembentukan ide-ide, pandangan dan kesadaran'. `Moralitas, agama, metafisika,
dan semua ideologi yang lain … dengan demikian tak lagi dapat mempertahankan
tampilan kemandiriannya. Ide-ide tersebut tak punya sejarah, tidak memiliki
perkembangan; tetapi manusia, yang mengembangkan produksi materialnya dan
interaksi materialnya, mengubah, seiring dengan keberadaan nyata dirinya,
pemikiran dan hasil-hasil pemikirannya'.[1]
Dalam
penafsiran sejarah seperti itu, konsepsi Marx tentang komunisme `nyata' menjadi
dapat dipahami. Ide-ide komunis bukanlah hasil logis dari sejarah filsafat,
karena filsafat tidak memiliki sejarahnya sendiri. Kesadaran komunis muncul
karena hubungan produksi borjuis yang tidak lagi mampu menampung perkembangan
kekuatan-kekuatan produktif.[2]
Dalam perkembangan kekuatan-kekuatan produktif, muncullah
suatu tahap di mana kekuatan-kekuatan produktif dan alat interaksi yang
dihasilkan, di bawah hubungan-hubungan yang ada, hanya menyebabkan kerusakan,
dan tidak lagi produktif tapi destruktif (mesin dan uang); dan sehubungan
dengan ini muncullah sebuah kelas, yang harus menanggung semua beban masyarakat
tanpa menikmati keuntungannya, yang, karena diasingkan dari masyarakat,
terpaksa mengambil sikap penentangan yang paling kuat terhadap kelas-kelas yang
lain, sebuah kelas yang membentuk mayoritas dari seluruh anggota masyarakat,
dan dari mana muncul kesadaran akan perlunya sebuah revolusi yang mendasar.
Singkatnya, syarat-syarat material
bagi komunisme adalah hal yang membangkitkan kesadaran komunis, yang akan
mengakibatkan satu tranformasi sosial. `Bagi kami komunisme bukanlah suatu
state of affairs [keadaan yang menentukan berlangsungnya peristiwa-peristiwa,
pen.] yang harus dibangun, suatu hal yang ideal, di mana kemudian realitas
harus menyesuaikan diri terhadapnya. Kami menyebut komunisme sebagai gerakan
yang nyata, yang akan menghapuskan berbagai keadaan yang sekarang ada'.[3]
Dengan the German Ideology, Marx
dengan pasti menolak konsep-konsep humanisme Feuerbachian yang mengasumsikan
sifat manusia yang ideal, yang harus mengarahkan segala usaha untuk menempa ulang
seluruh lembaga sosial. Sebaliknya, Marx menekankan pentingnya penyelidikan
ilmiah yang objektif tentang dunia nyata, yang digabungkan dengan praktek
politik untuk mengubahnya. Menyusul penemuan teori materialisme historis,
Engels kemudian menulis,
Komunisme di antara orang-orang
Perancis dan Jerman, Chartisme di antara orang-orang Inggris, kini tidak tampak
sebagai suatu yang kebetulan saja, yang dapat saja tidak terjadi sama sekali.
Gerakan-gerakan ini kini menampakkan dirinya sebagai gerakan dari kelas
tertindas modern, yaitu proletariat, sebagai bentuk yang lebih atau kurang
berkembang dari perjuangan yang secara historis memang diperlukan untuk melawan
kelas berkuasa, yaitu borjuasi. Dan komunisme kini bukan lagi sebuah campuran,
melalui khayalan, tentang sebuah masyarakat yang ideal sesempurna mungkin,
melainkan sebuah pandangan terhadap watak, syarat-syaratnya, dan tujuan umum
perjuangan dilancarkan oleh kaum proletariat `.[4]
Meskipun Marx dan Engels kini
menyadari bahwa gerakan buruh sejatilah yang telah menarik keduanya pada
komunisme, namun ideologi gerakan ini, bahkan ketika sudah menyebut diri
sebagai komunis dan memandang perlu penghapusan kepemilikan pribadi, belum
menunjukkan satu pandangan yang memadai terhadap masyarakat di mana mereka dimunculkan,
dan tentang berbagai kemungkinan dan alat untuk mencapai tranformasi sosial
itu. Terlebih lagi, Inggris ketika itu masih merupakan satu-satunya negeri di
mana kapitalisme industri mutlak merupakan bentuk produksi material yang
dominan, di mana pertanian hanya melibatkan separuh dari populasi pekerja, dan
di mana bentuk-bentuk produksi perkotaan awal seperti kerajinan tangan dan
manufaktur hampir semuanya telah dihisap kering oleh industri mesin. Pada
1830-an, di Inggris berkembang gerakan historis berwatak massa yang pertama,
yang berbasiskan proletariat industri: Chartisme. Melihat fakta ini, Marx dan
Engels pun memberikan dukungan yang konsisten terhadap orang-orang Chartis dan
bermaksud untuk bekerja sama dengan sayap kiri Chartis, yang dipimpin oleh
Ernest Jones dan Julian Harney.
REVOLUSI 1848
Marx menulis Manifesto dengan tergesa-gesa sebelum
berangkat menuju Liga Komunis di London, yang kemudian mempublikasikannya
sebagai sebuah risalah propaganda yang tampak seperti pergerakan hebat menuju
revolusi yang sudah dekat. Manifesto dengan sangat jelas mengkristalisasi
pemikiran Marx bahwa seperempat abad kemudian Marx dan Engels menulis: ”prinsip-prinsip umum yang diuraikan secara
terperinci dalam dokumen secara keseluuruhan adalah benar, hari ini sampai
kapan pun.” Meskipun ketika diterbitkan Manifesto susah dikenal oleh siapa
pun, namun Marx dan Engels benar-benar telah merasakan datangnya revolusi.
Sebelum manifesto diterbitkan pada Februari 1848, revolusi 1848 telah dimulai.
Dalam beberapa minggu raja Prancis telah digulingkan dan revolusi 1848 mulai
meledak di suatu negara dan menyusul di negara lainnya: Swis, Italia, Prancis
Jerman, Hongaria.
Namun semua ledakan revolusi yang penuh pengharapan ini,
dimana kelas menengah dan kelas pekerja bersatu, dikalahkan dan dihancurkan
sebelum akhir 1848. Dalam sebuah publikasi Manifesto, pada 3 Maret 1848, Marx
diberi surat peringatan yang ditandatangani Raja Belgia, untuk meninggalkan
negara teersebut dalam jangka waktu 24 jam. Kemudian diteruskan dengan
revolusionernya yang penuh dengan keputusasaan dan terbuang seperti yang telah
kita saksikan, berakhir dengan pelarian Marx ke London pada 1849. Revolusi 1848
telah menjadi sebuah bencana, namun kekecewaan Marx membuat pendirian lebih
kokoh bahwa persekutuan kaum proletar dengan elemen kaum borjuis tidak pernah
akan berhasil; bahwa hanya sebuah revolusi penghancuran kaum borjuis oleh kaum
proletar, yang dipimpin dan diorganisir oleh partai komunis ketika sejarah
telah dianggap matang, yang akan berhasil dan bisa dipertahankan kemenangannya
hanya dengan kediktatoran yang ”segera akan menghapuskan semua institusi”.[5]
Filosof,
Proletariat dan Revolusi
Bagaimana melaksanakan emansipasi ini? Agama dapat saja
dibongkar lewat krtik teoretis, tetapi kritik teoretis tidak dapat membongkar
keterasingan yang berakar dalam struktur2 masyarakat itu sendiri. Bukan kritik
teoretis agama, melainkan kritik praktis terhadap struktur-struktur masyarakat
yang membuat manusia tersing, itulah yang perlu. Dari pertimbangan itu, Marx
menarik kesimpulan bahwa pembebasan manusia dari keterasingannya
hanya dapat dilaksanakan lewat sebuah revolusi, revoluis yang sesungguhnya.
Apa syarat-syarat revolusi yang membebaskan manusia? Marx
menegaskan bahw tidak mungkin revolusi itu disulut oleh filsafat semata.
Revolusi membutuhkan unsur pasif,
dasar material. Teori hanya dapat
dilaksanakan dalam rakyat sejauh teori
itu merupakan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan rakyat. Tidak cukup bahwa pikiran
mendesak ke pelaksanaan, realitas harus mendesak ke arah pikiran. Dengan kata
lain: rakyatlah yang harus merasakan kebutuhan akan emansipasi, baru
kemudian dia terbukan bagi kritik teoretik sang filosof.
Tetapi apakah rakyat akan merindukan revolusi? Jawabannya
mudah. Kalau rakyat betul-betul ditindas, dia tentu ingin ber-revolusi,
kondisinya memang belum matang.
Tetapi
jawaban itu cukup bagi Marx. Marx tidak bicara tentang sembarang revolusi.
Misalnya revolusi Prancis: revolusi itu memang membebaskan seluruh rakyat
Prancis dari penghisapan kaum feodal, akan tetapi revolusi itu bagi Marx belum
radikal. Revolusi Prancis hanya melahirkan struktur-struktur kekuasaan baru
dimana borjuasi menjadi kelas berkuasa yang baru. Revolusi yang membebaskan amnusia secara radikal harus
melahirkan masyarakat tanpa kelas yang berkuasa. Yang dipertanyakan Marx adalah
syarat kemungkinan revolusi yang manusiawi artinya radikal, tidak hanya
politis.
Jawaban yang diberikan Marx tidak sederhana tetaapi
fundamental kalau kita mau mengerti pikirannnya selanjutnya. Marx bertolak dari
pengandaian bahwa revolusi akan
menghancurkan kekuasaan yang dirasakan paling menindas. Tetapi apakah ada
kelas yang tidak hanya ditindas oleh salah satu kelas saja, lalu melakukan
revolusi melawan kelas itu, barangkali dengan koalisi melawan kelas lain yang
merasakan penindasan yang sama, lalu menjadikan dirinya sendiri kelas berkuasa
yang baru? Kelas yang dicari Marx mesti tertindas tidak hanay untuk sebagian
tetapi total; dia mesti berlawanan tidak hanya dengan beberapa bagian
masyarakat, tetapi dengan masyarakat seluruhnya. Dia tidak hanya mengalami
macam-macam penghinaan, melainkan mesti kehilangan kemanusiaannya. Hanya kelas
seperti itu yang dapat melakukan revolusi radikal yang mengemansipasikan
manusia seluruhnya dan seluruh manusia, tanpa menciptakan struktur kekuasaan
kelas atas yang baru atas kelas-kelas yang lain. marx merumuskan gagasan itu
dalam sebuah kalimat panjang yang sangat terkenal: jadi di mana kemungkinan positif emansipasi Jerman? Jawabannya: dalam pembentukan sebuah kelas denga rantai-rantai
radikal, sebuah kelas masyarakat borjuis yang bukan kelas masyarakat borjuis,
sebuah glongan yang merupakan pembubaran semua golongan, sebuah lingkungan yang
memiliki ciri universal, yang tidak mengklaim sebuah hak tertentu karena
perlakuan yang diterimanya bukan ketidakadilan tertentu melainkan sang
ketidakadilan, yang tidk hanya mengacu pada hak hostoris, melainkan hanya pada
hak sebagai manusia, yang tidak berada dalam pertentangan sepihak dengan
konsekuensi-konsekuensi, melainkan dalam pertentangan menyeluruh dengan
penandaian-pengandaian kenegaraan
Jerman, akhirnya sebuah lingkungan yang tidak dapat mengemansipasikan
semua lingkungan masyarakat dan dengan demikian mengemansipasikan semua
lingkungan masyarakat; yang merupakan keadaan di mana manusia seluruhnya hilang,
jadi hanya dapat menemukan dirinya dengan menemukan manusia seluruhnya. Pembubaran
masyarakat sebagai golongan tersendiri itu adalah proletariat.
Untuk pertama kalinya proletariat muncul di sini sebagai
penyelamat manusia. Proletariat akan membebaskan manusia melaui revoluisnya
berdasarkan argumentasi yang murni filosofis dan jauh mendahului analisis
sosial ekonomis. Proletariat dipahami sebagai kelas total karena tertindas
total, dan oleh karena itu, apabila ia ber-revolusi akan ber-revoluisi secara
total; artinya akan membebaskan masyarakat dari kelas-kelas, akan membebaskan
manusia sebagai manusia.[6]
[1]
www.pengkolan.net/ngelmu/sospol/indeks.php?nomor 37&sub_cat=evolusi 1848
dan perkembangan pemikiran#32, Lawrence & Wishart, edition, 1965, h. 37-38
[2]
www.pengkolan.net/ngelmu/sospol/indeks.php?nomor 37&sub_cat=evolusi 1848
dan perkembangan pemikiran#32, Lawrence & Wishart, edition, 1965, h. 37-38
[3]
www.pengkolan.net/ngelmu/sospol/indeks.php?nomor 37&sub_cat=evolusi 1848
dan perkembangan pemikiran#32, Lawrence & Wishart, edition, 1965, h. 47
[5]
T. Z. Lavine, Marx: Konflik Kelas dan
Orang yang Terasing, Penerbit Jendela, Yogyakarta, 2003,88-89
[6] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx, dari
Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1999, 81-84
No comments:
Post a Comment