Pemutusan dan Pembatalan
Perkawinan Katolik
Pemutusan / perceraian ikatan perkawinan
(dissolutio matrimonii) tidak sama dengan pembatalan perkawinan (anulatio
matrimonii). Pemutusan ikatan perkawinan selalu mengandaikan sahnya (validitas)
perkawinan itu sendiri; sedangkan pembatalan lebih merupakan sebuah keputusan
yang diambil oleh Pengadilan Gerejawi yang menyatakan bahwa perkawinan yang
telah dilangsungkan itu adalah tidak sah, sehingga memang belum pernah terjadi
perkawinan yang benar dan sah. Dengan kata lain, secara hukum, perkawiman
tersebut dianggap tidak sah sejak awal.
Beberapa
jenis perkawinan ini adalah:
1. Perkawinan ratum et non consummatum
(kanon 1142)
Kanon
ini mengatakan bahwa perkawinan non consummatum antara orang-orang yang telah
dibaptis atau antara pihak dibaptis dengan pihak tak dibaptis dapat diputus
oleh Paus. Ada dua kondisi yang dituntut dalam pemutusan semacam ini, yakni
tidak adanya konsumasi dan adanya alasan yang wajar. Otoritas yang berwenang
untuk memutuskan perkawinan ini hanyalah Sri Paus (dalam hal ini, Kongregasi
untuk Urusan Ibadat dan Sakramen). Proses pemutusan ini bukan merupakan proses
pengadilan (seperti terjadi dengan proses pembatalan atau anulatio) tetapi
lebih merupakan proses administrasi. Untuk mendapatkan dispensasi ini, ada dua
tahap yang harus dilalui yakni: proses yang terjadi di daerah domisili, di
hadapan Ordinaris Wilayah, dan proses yang terjadi di Tahta Suci, di hadapan
Kongregasi untuk Urusan Ibadat dan Sakramen.
2. Privilegium Paulinum (kanon 1143-1147;
1150).
Dasar:
1Kor 7,12-16
Motivasi
dasar: demi iman pihak yang dibaptis (katolik/non-katolik)
Kanon
ini adalah pemutusan ikatan perkawinan
demi iman pihak yang dibaptis, maksudnya untuk memajukan pertobatan pada
iman kristen dan bertahan padanya, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi
anak-anak. Prinsip dasarnya, adalah:
- Pada awalnya perkawinan itu dua orang yang tidak dibaptis (infideles): kan 1143 § 1;
- Salah satu pihak dibaptis, yang lain tetap tidak dibaptis (kanon 1143 § 1;
- Pihak yang tidak dibaptis tidak lagi ingin hidup bersama atau pergi (discessus), enath secara fisik atau secara moral: kanon 1143 § 1-2
- Demi sahnya perkawinan baru dari pihak baptis, maka pihak non baptis itu diinterpelasi tentang apakah ia juga mau dibaptis, apakah ia masih mau hidup bersama dengan pihak yang dibaptis secara damai, dlsb.
- Pihak yang dibaptis memasuki suatu perkawinan baru, dengan demikian putuslah ikatan perkawinan yang terdahulu (kan 1147).
3. Pemutusan demi iman poligami bertobat (privilegium
pianum): kan 1148
Dasar:
konstitusi dari Paus Paulus III dan Pius V berkaitan dg poligami yg bertobat
Motivasi
dasar: demi iman pihak poligami yang dibaptis (katolik)
Syarat
penggunaan privilegium pianum:
- Mengenai perkawinan poligami tak-baptis (nfideles)
- Dlm perjalanan, poligami dibaptis
- Poligami baptis tidak bisa mempertahankan perkawinannya dengan istri pertama dan pilih satu dari istri-istri lain
- Tanpa interpelasi pada pihak isteri pertama
- Perkawinan baru dg salah satu dari isteri-isteri, selain isteri pertama
4. Pemutusan demi iman karena penahanan
(privilegium gregorianum): kan 1149
Dasar:
konstitusi dari Paus Gregorius XIII berkaitan dg orang yang setelah baptis tak
mampu memulihkan persekutuan hidup bersama dg pasangan
Motivasi
dasar: demi iman pihak yang dibaptis (katolik)
Syarat
penggunaan privilegium gregorianum:
- Mengenai perkawinan dua orang tak-baptis (infideles)
- Dlm perjalanan, satu dibaptis dan tidak mampu memulihkan persekutuan hidup bersama karena pasangannya dipenjara atau penahanan
- Tanpa interpelasi pada pihak yang dipenjara/ditahan
- Perkawinan baru dg orang katolik atau non-katolik dg perhatian syarat perkawinan campur/beda agama: kan. 1125-1126
5. Pemutusan ikatan Perkawinan demi iman
(dissolutio matrimonii in favorem fidei)
Dasar:
instruksi kongregasi Ajaran Iman dan Moral ut notum est, 6 Des, 1973 dan potestas ecclesiae, 31 April 2001
Motivasi
dasar: demi iman pihak yang dibaptis (katolik)
Pemutusan
ikatan perkawinan demi iman yang juga disebut privilegium petrinum, sungguh-sungguh sebuah kemurahan (gratia)
atau pemberian cuma-cuma dan bebas dari Takhta Suci kepada umat beriman. Beberapa perkawinan yang pemutusannya
termasuk jenis ini adalah:
- Perkawinan consummatum antara seorang baptis dan seorang tak baptis, dengan atau tanpa dispensasi dari halangan nikah beda agama.
- Perkawinan antara dua orang tak baptis, kemudian salah satunya dibaptis, namum perkawinan ini tidak masuk dalam lingkup privilegium paulinum karena tak terpenuhinya persyaratan yang dibutuhkan untuk mengaplikasikan privilegi tersebut, misalnya karena hasil interpelasi terhadap pihak tak baptis adalah positif;
- Perkawinan dua orang yang selama perkawinan tidak pernah baptis.
No comments:
Post a Comment