Pengetahuan yang membahasakan pengalaman
Pengetahuan selalu
dirumuskan dengan pernyataan. Fungsi
pernyataan adalah mengungkapkan segala kemungkinan abstrak yang belum terjadi,
suatu dorongan untuk menimbulkan sikap psikologis, percaya, meragukan, mentaati
dsb. Untuk merumuskan pengetahuan menjadi pernyataan, manusia menggunakan bahasa. Bahasa selalu terdiri dari simbol-simbol.
Bahasa bukanlah sekumpulan simbol-simbol, melainkan suatu sistem yang
memungkinkan terbentuknya simbol-simbol. Setiap unsur harus memiliki makna yang
disetujui oleh umum. Dengan demikian bahasa dapat digunakan untuk komunikasi.
Namun demikian bahasa memiliki keterbatasan, bahasa tidak dapat mengungkapkan
semua yang ada dalam budi dan hati secara tepat. Selain itu kata-kata dalam bahasa tidak selalu memiliki
arti yang pasti, jelas dan disting. Kadangkala artinya harus sesuai konteks.
Pengetahuan merupakan
korelasi antara pikiran dan kenyataan yang ditangkap oleh inder. Pengetahuan
tidak hanya dapat diperoleh oleh indera atau pikiaran saja. Titik tolak
pengetahuan harus melibatkan pengalaman, yang kemudian akan dipertanyakan oleh
pikiran. Dalam hal ini, insight mempunyai peranan penting, yang memampukan
subyek untuk menangkap pengalamannya menuju kepada kebenaran eksisensial.
Pengetahuan yang ditangkap harus bersifat analog dan
tidak univoks. Analogi berkaitan dengan obyek persepsi: entitas saintific,
nilai pribadi, nilai moral. Semuanya itu menmapilkan evidensi yang
berbeda-beda. Untuk itu membutuhkan partisipasi. Syarat terjadinya pastisipasi
adalah adanya kebebasan. Artinya subyek secara bebas mau dan bersedia
berpartisipasi dalam dialog intersubyektif. Menurut, Scheller, pengetahuan akan subyek lain mudah ditangkap dalam
ekspresi dan simpati. Sedangkan menurut Sartre,
rasa malu sebagai kenyataan fundamental yang menyebabkan seorang yakin akan
kehadiran yang lain. Buber dengan
I-Thou-nya menekankan bahwa aku berada hanya karena dengan engkau. Sedangkan
bagi Marcel, pengetahuan mendalam
mengenai manusia lain hanya mungkin ditemukan dalam cinta. Akhirnya Royce mengingatkan bahwa diri kita
masing-masing adalah pengada sosial yang tidak pernah dapat dilepaskan dari
konteks sosial kita.
No comments:
Post a Comment