Theology,Technology, and Philosophy, ENJOY!!

Wednesday, March 6, 2013

Larangan Nikah Pada Perkawinan Katolik


Larangan  Nikah Pada perkawinan Katolik

Larangan Nikah
          Larangan nikah, tidak menghalangi secara mutlak seseorang untuk menikah atau tidak menghapus kapasitas yuridis seseorang  untuk menikah. Apa bila perkawinan ini dilangsungkan, maka tidak mengakibatkan perkawinan yang telah dilakukan itu menjadi tidak sah, melainkan hanya membuat tidak layak (illicit). Kalau suatu perkawinan dilarang, maka untuk meneguhkannya diperlukan izin dari kuasa gerejawi yang berwenang. Ada tiga jenis larangan nikah dalam hukum Gereja, yakni: (1). Larangan Legal,  (2). Larangan Administratif dan  (3). Larangan Yudisial.


Larangan Legal
  1. Perkawinan orang-orang pengembara (kanon 1071 § 1, 1º)
  2. Perkawinan yang menurut norma undang-undang negara tidak dapat diakui atau tidak dapat dilangsungkan (1071§ 1, 2º
  3. Perkawinan orang-orang yang terikat kewajiban-kewajiban kodrati terhadap pihak lain atau terhadap anak-anak yang lahir dari hubungan sebelumnya (kanon 1071 § 1, 3º).
  4. Perkawinan orang yang telah meninggalkan iman katolik secara terbuka (kanon 1071§1,4º)
  5. Perkawinan orang yang terkena hukuman gereja (kanon 1071 § 1,5º)
  6. Perkawinan anak yang belum dewasa tanpa diketahui atau secara masuk akal tidak disetujui oleh orangtuanya (kanon 1071 § 1, 6º)
  7. Perkawinan yang akan diteguhkan lewat prokurator (kanon 1071 § 1, 7º)
  8. Perkawinan bersyarat (kanon 1102 §)
  9. Perkawinan Campur beda Gereja (kanon 1124)
  10.  Perkawinan rahasia (kanon 1130)

Larangan Administratif
                Larangan administratif adalah larangan yang dibuat oleh pemegang kuasa administratif dalam Gereja atas dasar  pertimbangan pastoral khusus dan dalam kasus partikular (kanon 392). Berdasarkan sifatnya yang kasuistik dan partikular, maka tidak ada daftar yang pasti mengenai larangan administratif ini.
               Salah satu contoh: Ordinaris wilayah, dapat melarang umatnya melangsungkan perkawinan, juga  jika suatu perkawinan diteguhkan di tempat lain (kanon 1077§1). Agar larangan tidak dibuat sewenang-wenang sehingga melanggar secara tidak adil hak  fundamental untuk menikah (kanon 1058), maka larangan itu ada persyaratannya, yakni: hanya dikenakan pada kasus-kasus khusus (tidak bisa dalam dekret atau undang-undang); hanya untuk sementara waktu; dikenakan hanya karena alasan yang berat dan alasan itu masih berlangsung.

Larangan Yudisial
              Larangan Yudisial bersumber dari keputusan atau dekret pengadilan gerejawi.  Misalnya dalam  dekret pernyataan tidak sahnya perkawinan (yang dikeluarkan oleh tribunal),  hakim dapat mencantumkan larangan untuk menikah lagi, misalnya bagi pihak yang menjadi penyebab tidak sahnya perkawinan pertama, entah karena menderita impotensi, enatah karena tidak mampu membuat konsensus, dll.

Sumber: http://www.katedral.sibolga.org/2012/01/halangan-halangan-nikah-caput.html

0 comments:

Post a Comment