Menentukan
Caput Nullitatis
Persoalan pokok dalam menentukan caput
nullitatis adalah persesuaian antara realita persengketaan perkawinan dengan
landasan yuridis sebagai alasan pernyataan pembatalan perkawinan dan pembuktian
melalui saksi-saksi biasa maupun saksi ahli.
Persesuaian ini penting agar pokok sengketa yang diajukan kepada hakim
dapat sungguh terbukti oleh bukti-bukti empiris maupun yuridis bahwa perkawinan
itu dapat dinyatakan batal.
Pembatalan
sebuah perkawinan terjadi apabila salah satu dari 3 hal di bawah ini terbukti
yakni:
1.
adanya
halangan baik umum maupun khusus
2.
adanya
cacat konsensus
3.
adanya
cacat forma canonica
Tidak terlalu sulit jika caput
nullitatisnya berkaitan dengan halangan-halangan nikah baik umum maupun khusus
serta mengenai cacat forma kanonika, karena pada umumnya cukuplah kita mencari
semua alat bukti, misalnya: halangan ikatan nikah perkawinan, cukuplah dicari
dokumen-dokumen surat baptis, surat perkawinan sipil, dsb. Menjadi agak sulit ketika masalahnya justru
mengenai kemungkinan adanya cacat konsensus (ketidakmampuan dalam menyatakan
konsensus). Kesulitannya terutama disebabkan karena konsensus adalah tindakan
personal seseorang yang berasal dari keputusan batin. Oleh karena itu, kita
hanya dapat merumuskan atau menentukan cacat konsensus kalau kita memiliki
pengetahuan mengenai skema pokok-pokok
yang bisa dijadikan caput nullitatis terutama yang berkaitan dengan cacat
konsensus.
Agar perkawinan dapat diproses sampai
dihasilkan putusan afirmatif atau negatif oleh pengadilan gerejawi tingkat I,
harus memenuhi 4 kriteria berikut:
a. Mempunyai
cacat / kekurangan
Umum menyebut cacat atau kekurangan ini
dengan kata alasan yuridis. Hal itu bisa
berkenaan langsung dengan salah satu atau kedua pasangan atau perkawinan
itu sendiri.
b. Cacat
/ kekurangan tersebut sesuai dengan KHK
Maksudnya, alasan yuridis itu berkenaan
dengan halangan yang menggagalkan (kan. 1083-1094), kesepakatan tidak bebas,
benar dan penuh (kan. 1095-1107) atau forma / tata peneguhan tidak terpenuhi
(kan. 1108-1123). Halangan yang menggagalkan mengena langsung pada orang atau subyek perkawinan,
kesepakatan yang cacat mengena pada
tindakan, dan forma mengena pada bentuk atau wujud lahiriah perayaan
perkawinan.
c. Adanya
sebelum atau sewaktu perayaan
Cacat atau kekurangan itu telah ada sejak
sebelum atau sekurang-kurangnya sewaktu perkawinan itu dirayakan. Perlu
ditegaskan di sini bahwa telah adanya cacat kekurangan tidak sama dengan saat
diketahuinya cacat atau kekurangan itu. Artinya, sangat mungkin cacat atau
kekurangan itu telah ada sebelum perkawinan tetapi baru dikenali, disadari,
atau diketahui sesudah perayaan perkawinan.
d. Ada
kemungkinan dibuktikan
Hal itu menunjuk pada adanya atau
tersedianya saksi-saksi yang mungkin tampil, berbagai dokumen yang mungkin
dikumpulkan, atau keduanya. Hanya melalui itu, hakim dapat sampai pada
kepastian moral dan dapat membuat putusan afirmatif atau negatif.
0 comments:
Post a Comment