Theology,Technology, and Philosophy, ENJOY!!

Wednesday, March 6, 2013

Menentukan Caput Nullitatis perkawinan katolik

Menentukan Caput Nullitatis

            Persoalan pokok dalam menentukan caput nullitatis adalah persesuaian antara realita persengketaan perkawinan dengan landasan yuridis sebagai alasan pernyataan pembatalan perkawinan dan pembuktian melalui saksi-saksi biasa maupun saksi ahli.  Persesuaian ini penting agar pokok sengketa yang diajukan kepada hakim dapat sungguh terbukti oleh bukti-bukti empiris maupun yuridis bahwa perkawinan itu dapat dinyatakan batal.
            Pembatalan sebuah perkawinan terjadi apabila salah satu dari 3 hal di bawah ini terbukti yakni:
1.     adanya halangan baik umum maupun khusus
2.    adanya cacat konsensus
3.    adanya cacat forma canonica
          Tidak terlalu sulit jika caput nullitatisnya berkaitan dengan halangan-halangan nikah baik umum maupun khusus serta mengenai cacat forma kanonika, karena pada umumnya cukuplah kita mencari semua alat bukti, misalnya: halangan ikatan nikah perkawinan, cukuplah dicari dokumen-dokumen surat baptis, surat perkawinan sipil, dsb.  Menjadi agak sulit ketika masalahnya justru mengenai kemungkinan adanya cacat konsensus (ketidakmampuan dalam menyatakan konsensus). Kesulitannya terutama disebabkan karena konsensus adalah tindakan personal seseorang yang berasal dari keputusan batin. Oleh karena itu, kita hanya dapat merumuskan atau menentukan cacat konsensus kalau kita memiliki pengetahuan mengenai  skema pokok-pokok yang bisa dijadikan caput nullitatis terutama yang berkaitan dengan cacat konsensus.
         Agar perkawinan dapat diproses sampai dihasilkan putusan afirmatif atau negatif oleh pengadilan gerejawi tingkat I, harus memenuhi 4 kriteria berikut:
a.   Mempunyai cacat / kekurangan
Umum menyebut cacat atau kekurangan ini dengan kata alasan yuridis. Hal itu bisa    berkenaan langsung dengan salah satu atau kedua pasangan atau perkawinan itu sendiri.
b.  Cacat / kekurangan tersebut sesuai dengan KHK
Maksudnya, alasan yuridis itu berkenaan dengan halangan yang menggagalkan (kan. 1083-1094), kesepakatan tidak bebas, benar dan penuh (kan. 1095-1107) atau forma / tata peneguhan tidak terpenuhi (kan. 1108-1123). Halangan yang menggagalkan mengena   langsung pada orang atau subyek perkawinan, kesepakatan yang cacat mengena pada       tindakan, dan forma mengena pada bentuk atau wujud lahiriah perayaan perkawinan.
c.   Adanya sebelum atau sewaktu perayaan
Cacat atau kekurangan itu telah ada sejak sebelum atau sekurang-kurangnya sewaktu perkawinan itu dirayakan. Perlu ditegaskan di sini bahwa telah adanya cacat kekurangan tidak sama dengan saat diketahuinya cacat atau kekurangan itu. Artinya, sangat mungkin cacat atau kekurangan itu telah ada sebelum perkawinan tetapi baru dikenali, disadari, atau diketahui sesudah perayaan perkawinan.
d.  Ada kemungkinan dibuktikan
Hal itu menunjuk pada adanya atau tersedianya saksi-saksi yang mungkin tampil, berbagai dokumen yang mungkin dikumpulkan, atau keduanya. Hanya melalui itu, hakim dapat sampai pada kepastian moral dan dapat membuat putusan afirmatif atau negatif.

0 comments:

Post a Comment