Theology,Technology, and Philosophy, ENJOY!!

Monday, January 28, 2013

Tradisi Gereja

Tradisi Gereja

Pengertian
          Istilah “tradisi” berasal dari kata Latin “traditio”, “tradere” yang artinya menyerahkan, meneruskan, memberikan, menyampaikan. Dalam bahasa Yunani dipakai kata “paradosis” yang artinya penyerahan, penerusan, penyampaian. Dalam arti harafiah, tradisi berarti: sesuatu yang diteruskan dari orang yang satu ke orang yang lain, dari generasi satu ke generasi selanjutnya Konsep tradisi pertama-tama menyangkut proses penerusan, bukan soal adat kebiasaan-ajaran.
          Persoalan mengenai tradisi muncul dalam zaman reformasi. Menurut reformis: kebenaran (justificatio) tidak ada dalam tradisi tetapi hanya dalam Kitab Suci. Tradisi bisa keliru, pemimpin Gereja dan ajaran Gereja bisa salah.

Hakikat Tradisi
          Tradisi menyangkut aspek penerusan wahyu ilahi secara historis. Allah menghendaki bahwa apa yang diwahyukan-Nya yakni keselamatan kepada semua bangsa harus tetap utuh untuk selamanya dan diteruskan kepada segala keturunan (DV 7). Tradisi berarti subyek, pewartaan iman dari satu generasi ke generasi yang lain dan isi dari penerusan iman Gereja. Tradisi merupakan proses komunikasi iman dari satu angkatan ke angkatan berikut. Tradisi merupakan penyerahan, penerusan, dan komunikasi yang terus menerus diantara orang sezaman. Kristius sendiri memerintahkan kepada para Rasul supaya Injil yakni warta keselamatan yang dahulu dijanjikan Allah melalui para nabi dan dipenuhi oleh-Nya dimaklumkan sampai keujung bumi (Mat 28,19-20). Perintah Allah itu dilaksanakan oleh para Rasul melalui pewartaan lisan, dengan teladan hidup, serta ajaran-ajaran. Selain itu perintah itu juga dilakukan dengan cara membukukan amanat keselamatan itu dengan ilham Roh Kudus, yakni berupa Kitab Suci.
          Sesudah Gereja Perdana, tradisi mengolah dan memperdalam ungkapan iman yang ada dalam Kitab Suci (DV 8). Pengalaman iman sebagaimana terumuskan dalam Kitab Suci selalu aktual dan punya arti bagi zaman sekarang dan senantiasa harus dibaca, direnungkan dan dimengerti secara baru. Dengan demikian, tradisi sebagai suatu proses pewartaan menyangkut persoalan bagaimanakah seseorang dapat beriman? Bagaimana mereka mendengar tentang Dia jika tidak ada yang memberitakan-Nya (Rm 10,14).

Sumber tradisi
          Tradisi bersumber pada pengajaran para Rasul. Pengajaran ini dengan bimbingan Roh Kudus diteruskan kepada para penggantinya, sehingga wahyu bisa diterima sepanjang zaman. Tradisi berusaha terus menghayati dan memahami kekayaan iman yang terungkap dalam Kitab Suci. Proses penghayatan dan pemahaman itu terlaksana dibawah terang Roh Kudus di dalam Gereja, dibimbing oleh pimpinan Gereja. Jika Dewan Para Uskup dengan Paus merumuskan kebenaran iman dalam bentuk dogma, maka ajaran resmi itu tidak berarti suatu ajaran yang baru, apalagi wahyu lain, melainkan perumusan kembali sesuai dengan tuntutan zaman. Yesus Kristus tetap sama, baik hari ini maupun kemarin sampai selama-lamanya (Ibr 13,8), tetapi dunia berubah terus menerus. Maka supaya Sabda Kristus tetap berarti perlu ditafsirkan dan diaktualkan bagi angkatan baru. Tradisi menjadi gambaran Gereja yang hidup dan berkembang. Tradisi meneruskan sabda Allah yang terdapat dalam Kitab Suci, menerjemahkannya sesuai zaman. Tradisi tidak bisa lepas dari Kitab Suci sebagai sumbernya, sebaliknya Kitab Suci membutuhkan Tradisi untuk menterjemahkan Sabda Allah itu (DV 9).

Dasar dan isi Tradisi
          Dalam DV 7-8 dikatakan bahwa dasar dari tradisi adalah kehendak Allah/Kristus sendiri yang mau menyelamatkan semua manusia. Peranannya adalah menjadi jaminan bahwa Allah selalu menyertai dan membimbing umat manusia dalam situasi dan kondisinya melalui Roh Kudus.
          Masih dalam DV 8, apa yang menjadi isi tradisi adalah segala segala sesuatu yang berupa pertolongan bagi umat Allah untuk hidup suci dn meningkatkan iman (tradisio verbalis yakni ajaran Gereja, tradisio realis yaitu hidup, cara bersikap, tata cara ibadat Gereja).

Macam tradisi
Ø   Traditio Apostolica/divina
Yaitu tradisi Gereja pada zaman para Rasul. Tradisi ini disebut juga traditio divina (tradisi suci) karena Gereja dibentuk oleh Kristus dan para Rasul. Para Rasul mewartakan kesaksian tentang Pribadi Yesus, sabda dan karya-Nya, serta ajaran-ajaran-Nya (tradisi lisan). Tradisi para Rasul itu membeku  dalam KS (tradisi tertulis), dan selanjutnya menjadi tolok ukur bagi Gereja selanjutnya. Seluruh pewartaan para Rasul itu, dalam hal-hal yang substansial tidak dapat ditambah/dikurangi.
Ø   Traditio Eclesiastica
Yaitu tradisi sesudah zaman para Rasul. Dalam tradisi ini wahyu Allah yang tercantum dalam Kitab Suci direfleksikan dan didalami dengan bimbingan Roh Kudus dalam berbagai situasi. Fungsi tradisi adalah merumuskan Sabda Allah terus menerus di dalam Gereja sepanjang sejarah. Fungsi ini sudah dimulai sejak zaman para Bapa Gereja hingga sekarang.

0 comments:

Post a Comment