Theology,Technology, and Philosophy, ENJOY!!

Wednesday, March 6, 2013

Pemutusan dan Pembatalan Perkawinan (dissolutio matrimonii)


Pemutusan dan Pembatalan Perkawinan Katolik

         Pemutusan / perceraian ikatan perkawinan (dissolutio matrimonii) tidak sama dengan pembatalan perkawinan (anulatio matrimonii). Pemutusan ikatan perkawinan selalu mengandaikan sahnya (validitas) perkawinan itu sendiri; sedangkan pembatalan lebih merupakan sebuah keputusan yang diambil oleh Pengadilan Gerejawi yang menyatakan bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan itu adalah tidak sah, sehingga memang belum pernah terjadi perkawinan yang benar dan sah. Dengan kata lain, secara hukum, perkawiman tersebut dianggap tidak sah sejak awal.

Beberapa jenis perkawinan ini adalah:

1.      Perkawinan ratum et non consummatum (kanon 1142)
      Kanon ini mengatakan bahwa perkawinan non consummatum antara orang-orang yang telah dibaptis atau antara pihak dibaptis dengan pihak tak dibaptis dapat diputus oleh Paus. Ada dua kondisi yang dituntut dalam pemutusan semacam ini, yakni tidak adanya konsumasi dan adanya alasan yang wajar. Otoritas yang berwenang untuk memutuskan perkawinan ini hanyalah Sri Paus (dalam hal ini, Kongregasi untuk Urusan Ibadat dan Sakramen). Proses pemutusan ini bukan merupakan proses pengadilan (seperti terjadi dengan proses pembatalan atau anulatio) tetapi lebih merupakan proses administrasi. Untuk mendapatkan dispensasi ini, ada dua tahap yang harus dilalui yakni: proses yang terjadi di daerah domisili, di hadapan Ordinaris Wilayah, dan proses yang terjadi di Tahta Suci, di hadapan Kongregasi untuk Urusan Ibadat dan Sakramen.

2.      Privilegium Paulinum (kanon 1143-1147; 1150).

Dasar: 1Kor 7,12-16
         Motivasi dasar: demi iman pihak yang dibaptis (katolik/non-katolik)
Kanon ini adalah pemutusan ikatan perkawinan  demi iman pihak yang dibaptis, maksudnya untuk memajukan pertobatan pada iman kristen dan bertahan padanya, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi anak-anak.  Prinsip dasarnya, adalah:
  • Pada awalnya perkawinan itu dua orang yang tidak dibaptis (infideles): kan 1143 § 1;
  • Salah satu pihak dibaptis, yang lain tetap tidak dibaptis (kanon 1143 § 1;
  • Pihak yang tidak dibaptis tidak lagi ingin hidup bersama atau pergi (discessus), enath secara fisik atau secara moral: kanon 1143 § 1-2
  • Demi sahnya perkawinan baru dari pihak baptis, maka pihak non baptis itu diinterpelasi tentang apakah ia juga mau dibaptis, apakah ia masih mau hidup bersama dengan pihak yang dibaptis secara damai, dlsb.
  • Pihak yang dibaptis memasuki suatu perkawinan baru, dengan demikian putuslah ikatan perkawinan yang terdahulu (kan 1147).


3.   Pemutusan demi iman poligami bertobat (privilegium pianum): kan 1148
            Dasar: konstitusi dari Paus Paulus III dan Pius V berkaitan dg poligami yg bertobat
Motivasi dasar: demi iman pihak poligami yang dibaptis (katolik)
Syarat penggunaan privilegium pianum:
  • Mengenai perkawinan poligami tak-baptis (nfideles)
  • Dlm  perjalanan, poligami dibaptis
  • Poligami baptis tidak bisa mempertahankan perkawinannya dengan istri pertama dan pilih satu dari istri-istri lain
  • Tanpa interpelasi pada pihak isteri pertama
  • Perkawinan baru dg salah satu dari isteri-isteri, selain isteri pertama

4.   Pemutusan demi iman karena penahanan (privilegium gregorianum): kan 1149
Dasar: konstitusi dari Paus Gregorius XIII berkaitan dg orang yang setelah baptis tak mampu memulihkan persekutuan hidup bersama dg pasangan
Motivasi dasar: demi iman pihak yang dibaptis (katolik)
Syarat penggunaan privilegium gregorianum:
  1. Mengenai perkawinan dua orang tak-baptis (infideles)
  2. Dlm  perjalanan, satu dibaptis dan tidak mampu memulihkan  persekutuan hidup bersama karena pasangannya dipenjara atau penahanan
  3. Tanpa interpelasi pada pihak yang dipenjara/ditahan
  4. Perkawinan baru dg orang katolik atau non-katolik dg perhatian syarat perkawinan campur/beda agama:  kan. 1125-1126

5.   Pemutusan ikatan Perkawinan demi iman (dissolutio matrimonii in favorem fidei)
Dasar: instruksi kongregasi Ajaran Iman dan Moral ut notum est, 6 Des,  1973 dan potestas ecclesiae, 31 April 2001
Motivasi dasar: demi iman pihak yang dibaptis (katolik)
Pemutusan ikatan perkawinan demi iman yang juga disebut privilegium petrinum,  sungguh-sungguh sebuah kemurahan (gratia) atau pemberian cuma-cuma dan bebas dari Takhta Suci kepada umat beriman.  Beberapa perkawinan yang pemutusannya termasuk jenis ini adalah:
  • Perkawinan consummatum antara seorang baptis dan seorang tak baptis, dengan atau tanpa dispensasi dari halangan nikah beda agama.
  • Perkawinan antara dua orang tak baptis, kemudian salah satunya dibaptis, namum perkawinan ini tidak masuk dalam lingkup privilegium paulinum karena tak terpenuhinya persyaratan yang dibutuhkan untuk mengaplikasikan privilegi tersebut, misalnya karena hasil  interpelasi terhadap pihak tak baptis adalah positif;
  • Perkawinan dua orang yang selama perkawinan tidak pernah baptis.
Cara yang ditempuh untuk memperoleh kemurahan ini adalah memohon kepada Takhta Suci agar dengan potestas supremanya memberikan kemurahan, dengan memutuskan ikatan perkawinan ini demi iman. Permohonan kemurahan kepada Takhta Suci tersebut harus disertai proses administratif atau proses informatif, melalui mana dikumpulkan berbagai macam dokumen dan bukti-bukti yang dibutuhkan. Yang  harus dibuktikan, yakni tidak adanya baptis dari pihak yang tidak dibaptis

0 comments:

Post a Comment