Theology,Technology, and Philosophy, ENJOY!!

Monday, January 28, 2013

Agama merupakan fenomen budaya dan bukan fenomen budaya


Agama merupakan fenomen budaya dan bukan fenomen budaya


          Budaya sering dipahami sebagai akronim budi dan daya; artinya kurang lebih gerak (daya) pengungkapan diri yang keluar dari pemikiran budi. Hasilnya adalah kebudayaan, salah satunya agama. Agama merupakan fenomen budaya karena unsur-unsurnya merupakan ciptaan dan hasil karya manusia. Komponen utamanya adalah emosi (rasa religius, dependensi) dan digetarkan oleh cahaya Tuhan. Agama sebagai suatu sistem merupakan bagian kebudayaan, tetapi Yang Transenden yang menjiwai dan membuatnya keramat bukanlah bagian kebudayaan (Koentjaraningrat). Agama menjadi unsur budaya karena merupakan hasil budi manusia dan diungkapan secara manusiawi. Namun demikian agama dibedakan dari budaya pada umumnya karena agama mengungkapkan dimensi lain yang melampaui dimensi manusiawi yakni dimensi transenden.
          Untuk mengenal dan menyembah Yang Transenden, manusia perlu mengembangkan pikiran dan kemampuannya, menjamin dari adat istiadat/tradisi bangsa-bangsa, dari kebijaksanaan dan ajaran mereka, dari kesenian dan ilmu pengetahuan mereka, dan dari kesenian dan ilmu pengetahuan mereka. Dengan kata lain, segala sesuatu yang dapat merupakan sumbangan dipergunakan sampai pada pengakuan akan kemuliaan Yang Transenden. Sikap manusia kepada-Nya diungkapkan dalam bahasa dan kebudayaan yang ada.
          Relasi manusia dengan Yang Transenden dihayati dalam ekspresi-ekspresi simbolis sebagai fenomen kebudayaan, yakni sebagai tindakan atau kegiatan manusia yang merupakan cerminan cipta, rasa dan karsanya. Dalam arti tertentu agama, sebagai pelembagaan pengalaman religius dengan sistem kepercayaan, ritus, simbol, aturan, ajaran/dogma merupakan fenomen kebudayaan/tindakan manusia. Agama juga merupakan ungkapan budaya yang meliputi: ide/gambaran, ritus, mitos, tindakan dan institusi.
          Bentuk-bentuk fenomen budaya dalam agama:
1.     Magi
Yakni kepercayaan atau praktik dimana manusia yakni bahwa secara langsung mereka dapat mempenagruhi kekuatan alam dan antar mereka sendiri, entah untuk tujuan baik atau jahat, dengan usaha-usaha mereka sendiri dalam memanipulasi daya-daya yang lebih tinggi.
2.    Animisme
Dari kata ‘anima’, jiwa. Animisme adalah suatu sistem kepercayaan yang menyatakan bahwa jiwa itu abadi dan behwa segala sesuatu di dunia ini mempunyai jiwa. Yang mempunyai jiwa adalah manusia, obyek-obyek alam, kekuatan-kekuatan alam dan kelompok dewa-dewi, roh dll. Kepercayaan kepada jiwa mempunyai dua bentuk: a) manusia punya jiwa yang akan tetap bertahan sesudah kematiannya b) kepercayaan bahwa ada makluk berjiwa lainnya.
3.    Animatisme/pra-animisme
Yakni suatu sistem kepercayaan yang mengakui bahwa daya atau kekuatan supranatural ada dalam pribadi tertentu: binatang, tumbuhan, atau obyek berjiwa.
4.    Totemisme
Adalah fenomen yang menunjuk pada hubungan-hubungan organisasional khusus antara suatu suku bangsa/klan dengan suatu species hewan/tumbuhan tertentu. Species ini dipandang sebagai pelindung kelompok atau telah diturunkan dari leluhur totem. Kepentingan religius dari tindakan dan upacara totem adalah: pengaktualisasian identitas totem dan kelompok. Maknanya: ketunggalan dengan kosmos, dan partisipasi dengan totalitas kosmos.
5.    Ur-monoteisme
Suatu pandangan evolutif dalam agama tentang paham agama dalam satu Tuhan. Ada dua macam paham dalam kepercayaan ini, yakni: a) eksplisit: pengakuan akan adanya satu Tuhan dan tidak ada yang lain. b) implisit: pengakuan akan satu Tuhan yang Tertinggi diantara tuhan-tuhan yang lan.
6.    Panteisme: (pan: semua, theos: allah) pandangan yang menyatakan Allah melebur di dalam alam dan menolak unsur adikodratinya.
7.    Pemujaan roh leluhur
Paham yang memandang bahwa orang yang sudah mati, rohnya masih hidup dan tetapa terlibat dalam kehidupan komunitas dengan bentuk lain. Arwah orang tersebut diilahikan dan dianggap punya kekuatan.
8.    Panentheisme: seluruh realitas merupakan merupakan bagian dari keberadaan Allah.
9.    Monisme
Kepercayaan akan satu Yang Maha Tinggi, yang tidak punya batas-batas dan definisi-definisi, sampai tak terkondisikan begitu saja. Namun dalam paham ini “Yang Tertinggi” yang lain masih diakui ada (dewa-dewi, dll).
10. Yang Numinus
Yang numinus adalah yang kudus, dalam arti kesucian moral sebagai suatu kategori nilai. Obyek yang numinus adalah: misteri tremendun dan fascinosum.
11.  Monoteisme
Kepercayaan akan satu Tuhan, Yang Transenden, dan tidak mengakui adanya allah lain.

0 comments:

Post a Comment