Theology,Technology, and Philosophy, ENJOY!!

Monday, January 28, 2013

Allah mewahyukan diri dalam sejarah


Allah mewahyukan diri dalam sejarah

        Inisiatif wahyu adalah Allah sendiri. Dasarnya adalah cinta kasih-Nya yang berlimpah ruah (DV 2). Berpangkal dari kebaikan dan kebijaksanaan-Nya itu (DV 2) Allah yang tak terhingga kesempurnaan-Nya memanggil manusia dan bercakap-cakap dengan-Nya seperti seorang yang berbicara kepada sahabat-Nya (Kel. 33:11; Yoh 15:14-15).
        Istilah ‘sejarah’, mau menekankan bahwa pewahyuan Allah itu sungguh nyata dalam sejarah manusia. Karya keselamatan Allah sungguh-sungguh berpijak pada persitiwa-peristiwa manusiawi, dalam dimensi ruang dan waktu, yang secara konkret terpenuhi dan memuncak dalam Yesus Kristus. Persoalannya adalah: kalau wahyu itu historis-konkret, apakah wahyu mutlak benar; bukankah wahyu itu terbatas? Disini kita dapat memberi jawab bahwa dari segi isi pada dirinya wahyu itu mutlak benar; yang tidak mutlak benar (atau relatif) adalah pemahaman dan sarananya sebab itu terikat pada sejarah tertentu dan pikiran/akal budi manusia terbatas. Dalam sejarah, pewahyuan diri Allah nampak melalui:
        Dalam proses penciptaan alam semesta (Kej 2:4b-3:24 dan Kej 1:1-2;4a),  sesungguhnya Allah sudah mewahyukan diri kepada manusia (wahyu umum[1]). Allah dikenal sebagai Allah Pencipta. Namun secara konkret pewahyuan Allah tampak dalam sejarah keselamatan (wahyu khusus[2]). Pewahyuan Allah dalam sejarah dimulai dengan pewahyuan diri Allah kepada Abraham. Abraham taat kepada Allah untuk pergi ke tanah yang dijanjikan Allah. Meski demikian, pewahyuan diri Allah itu juga dinyatakan sebelum panggilan Abraham. Dalam DV 3 dikatakan, “Meski manusia pertama jatuh dalam dosa, tetapi hal itu tidak pernah menggagalkan rencana Tuhan yang tertuju pada keselamatan manusia.” Kej. 1:11 memperlihatkan adanya suatu garis dari manusia pertama  langsung menuju Israel. Allah memilih suatu bangsa tertentu, secara khusus Israel untuk dijadikan sarana guna mempersiapkan kedatangan penyelamat yang diperuntukkan bagi seluruh dunia (DV 14). Itulah sebabnya bangsa Israel merupakan pokok sejarah keselamatan dalam PL.
        Pewahyuaan diri Allah ini selanjutnya diteruskan dalam sejarah bangsa Israel (jaman Musa, Raja-raja, para nabi, zaman pembuangan, zaman sesudah pembuangan. Yang menjadi wahyu dalam Perjanjian Lama bukanlah pertama-tama tentang kebenaran-kebenaran tertentu melainkan manifestasi dan kehadiran Allah di tengah-tengah umat-Nya. Rumusan paling padat terungkap dalam Perjanjian. Unsur-unsur perjanjian: 1) hubungan pribadi. Perjanjian bukan hanya sesuatu yang bersifat yuridis lahiriah saja melainkan ungkapan kesatuan Tuhan dengan Israel yang tidak akan lenyap, “Aku mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku menjadi Allahmu” (Kej. 6,6). 2) Janji Tuhan adalah janji keselamatan. Mula-mula bersifat duniawi (Im 26, 10); lama-lama Israel mengerti bahwa keselamatan itu bersifat rohani, para nabi menyadarkan hal itu (Yeh 36, 26-27). 3) Unsur tuntutan. Demi pelaksanaan janji dalam sejarah, Tuhan menuntun umat-Nya lewat aturan-aturan. Inti pokok aturan: Kesepuluh Perintah Allah (Ul. 5: 1-22); serta kasih kepada Allah (Ul. 6:1-25) dan kepada sesama (Im. 19:18-34). Ciri khas perjanjian itu adalah tidak dapat dibatalkan. Alasannya adalah karena Tuhan sendiri yang telah memilih Israel dengan bebas. Meskipun Israel tidak setia Allah tetap setia. Meskipun akhirnya Tuhan membuang Israel, tetapi Tuhan tetap setia dan mengadakan suatu perjanjian Baru (Yer 31:31; Yes 55:3; 61:8).
        Akhirnya pewahyuan diri Allah dala sejarah memuncak dalam Yesus Kristus. Wahyu Allah terpenuhi dalam pribadi Yesus Kristus (DV 4). Dalam diri Yesus orang Nazareth itu Allah mewahyukan diri secara penuh. Diri Allah dan rahasia kehendak-Nya (Ef 1: 9) secara penuh hadir dalam diri Yesus Kristus. Dialah rahasia Allah (Kol 2,2) sebab dalan kemanusiaan Yesus itu berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan Allah (Kol 2,9). Secara konkret wahyu Allah dalam diri Kristus terjadi dalam perkataan, perbuatan Yesus, sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya (DV4).
        Pewahyuan diri Allah dalan Yesus, dilanjutkan oleh Gereja-Nya berkat dicurahkannya Roh Kudus (DV 4). Wahyu berlangsung terus. Hal ini dimungkinkan oleh Roh Kudus. Roh Kudus adalah ikatan kasih yang mempersatukan Yesus dengan Bapa. Dicurahkannya Roh Kudus atas orang-orang yang percaya membuat mereka menjadi umat Allah yang baru, yaitu Gereja. Melalui Roh-Nya, Yesus tetap hadir dalam Gereja. Kristus tetap merupakan puncak wahyu; tetapi berkat Roh Kudus yang telah dicurahkan dalam hati kita (Gal 4:6), Gereja pun dapat mengambil bagian dalam pengetahuan dan kasih Kristus.





[1] Pewahyuan Allah melalui karyanya sebagai pencipta atau dalam ciptaan (wahyu alamiah).
[2] Pernyataan diri Allah sebagai melalui karya-Nya penyelamat dan penebus melalui perjanjian, peristiwa-peristiwa sejak panggilan Abraham dan memuncak dalam Yesus Kristus.

0 comments:

Post a Comment