Allah mewahyukan diri dalam sejarah
Inisiatif wahyu adalah Allah sendiri.
Dasarnya adalah cinta kasih-Nya yang berlimpah ruah (DV 2). Berpangkal dari
kebaikan dan kebijaksanaan-Nya itu (DV 2) Allah yang tak terhingga
kesempurnaan-Nya memanggil manusia dan bercakap-cakap dengan-Nya seperti
seorang yang berbicara kepada sahabat-Nya (Kel. 33:11; Yoh 15:14-15).
Istilah ‘sejarah’, mau menekankan
bahwa pewahyuan Allah itu sungguh nyata dalam sejarah manusia. Karya
keselamatan Allah sungguh-sungguh berpijak pada persitiwa-peristiwa manusiawi,
dalam dimensi ruang dan waktu, yang secara konkret terpenuhi dan memuncak dalam
Yesus Kristus. Persoalannya adalah: kalau wahyu itu historis-konkret, apakah
wahyu mutlak benar; bukankah wahyu itu terbatas? Disini kita dapat memberi
jawab bahwa dari segi isi pada
dirinya wahyu itu mutlak benar; yang tidak mutlak benar (atau relatif) adalah
pemahaman dan sarananya sebab itu terikat pada sejarah tertentu dan
pikiran/akal budi manusia terbatas. Dalam sejarah, pewahyuan diri Allah nampak
melalui:
Dalam proses penciptaan alam semesta (Kej 2:4b-3:24 dan Kej 1:1-2;4a), sesungguhnya Allah sudah mewahyukan diri
kepada manusia (wahyu umum[1]).
Allah dikenal sebagai Allah Pencipta. Namun secara konkret pewahyuan Allah
tampak dalam sejarah keselamatan (wahyu khusus[2]).
Pewahyuan Allah dalam sejarah dimulai dengan pewahyuan diri Allah kepada Abraham. Abraham taat kepada Allah
untuk pergi ke tanah yang dijanjikan Allah. Meski demikian, pewahyuan diri
Allah itu juga dinyatakan sebelum
panggilan Abraham. Dalam DV 3 dikatakan, “Meski manusia pertama jatuh dalam
dosa, tetapi hal itu tidak pernah menggagalkan rencana Tuhan yang tertuju pada
keselamatan manusia.” Kej. 1:11 memperlihatkan adanya suatu garis dari manusia
pertama langsung menuju Israel. Allah
memilih suatu bangsa tertentu, secara khusus Israel untuk dijadikan sarana guna
mempersiapkan kedatangan penyelamat yang diperuntukkan bagi seluruh dunia (DV
14). Itulah sebabnya bangsa Israel merupakan pokok sejarah keselamatan dalam
PL.
Pewahyuaan diri Allah ini selanjutnya
diteruskan dalam sejarah bangsa Israel
(jaman Musa, Raja-raja, para nabi, zaman pembuangan, zaman sesudah pembuangan.
Yang menjadi wahyu dalam Perjanjian Lama bukanlah pertama-tama tentang
kebenaran-kebenaran tertentu melainkan manifestasi dan kehadiran Allah di
tengah-tengah umat-Nya. Rumusan paling padat terungkap dalam Perjanjian. Unsur-unsur perjanjian: 1)
hubungan pribadi. Perjanjian bukan hanya sesuatu yang bersifat yuridis lahiriah
saja melainkan ungkapan kesatuan Tuhan dengan Israel yang tidak akan lenyap,
“Aku mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku menjadi Allahmu” (Kej. 6,6). 2)
Janji Tuhan adalah janji keselamatan. Mula-mula bersifat duniawi (Im 26, 10);
lama-lama Israel mengerti bahwa keselamatan itu bersifat rohani, para nabi
menyadarkan hal itu (Yeh 36, 26-27). 3) Unsur tuntutan. Demi pelaksanaan janji
dalam sejarah, Tuhan menuntun umat-Nya lewat aturan-aturan. Inti pokok aturan:
Kesepuluh Perintah Allah (Ul. 5: 1-22); serta kasih kepada Allah (Ul. 6:1-25)
dan kepada sesama (Im. 19:18-34). Ciri khas perjanjian itu adalah tidak dapat
dibatalkan. Alasannya adalah karena Tuhan sendiri yang telah memilih Israel
dengan bebas. Meskipun Israel tidak setia Allah tetap setia. Meskipun akhirnya
Tuhan membuang Israel, tetapi Tuhan tetap setia dan mengadakan suatu perjanjian
Baru (Yer 31:31; Yes 55:3; 61:8).
Akhirnya pewahyuan diri Allah dala
sejarah memuncak dalam Yesus Kristus.
Wahyu Allah terpenuhi dalam pribadi Yesus Kristus (DV 4). Dalam diri Yesus
orang Nazareth itu Allah mewahyukan diri secara penuh. Diri Allah dan rahasia
kehendak-Nya (Ef 1: 9) secara penuh hadir dalam diri Yesus Kristus. Dialah
rahasia Allah (Kol 2,2) sebab dalan kemanusiaan Yesus itu berdiam secara
jasmaniah seluruh kepenuhan Allah (Kol 2,9). Secara konkret wahyu Allah dalam
diri Kristus terjadi dalam perkataan, perbuatan Yesus, sengsara, wafat dan
kebangkitan-Nya (DV4).
Pewahyuan diri Allah dalan Yesus,
dilanjutkan oleh Gereja-Nya berkat
dicurahkannya Roh Kudus (DV 4).
Wahyu berlangsung terus. Hal ini dimungkinkan oleh Roh Kudus. Roh Kudus adalah
ikatan kasih yang mempersatukan Yesus dengan Bapa. Dicurahkannya Roh Kudus atas
orang-orang yang percaya membuat mereka menjadi umat Allah yang baru, yaitu
Gereja. Melalui Roh-Nya, Yesus tetap hadir dalam Gereja. Kristus tetap
merupakan puncak wahyu; tetapi berkat Roh Kudus yang telah dicurahkan dalam
hati kita (Gal 4:6), Gereja pun dapat mengambil bagian dalam pengetahuan dan
kasih Kristus.
0 comments:
Post a Comment