Theology,Technology, and Philosophy, ENJOY!!

Monday, January 28, 2013

Gereja disebut Tubuh Kristus dan Umat Allah

Gereja disebut Tubuh Kristus dan Umat Allah


Istilah Gereja
          Gereja berasal dari kata Portugis “Igreja”. Igreja berkaitan dengan bahasa Spanyol “Iglesia”, kata Perancis “Eglise”, kata latin “Eclesia” dan kata Yunani “Eklesia”. Kata “Eklesia” berarti sidang, perkumpulan, paguyuban pada umumnya. Kata itu malahan tidak dipergunakan untuk menyebut “perkumpulan ibadat”. Dalam Septuaginta kata ‘eklesia’ secara khusus hanya dipakai sebagai terjemahan kata Ibrani “qahal’. Qahal tidak selalu diterjemahkan dengan ‘eklesia. Dalam Kita Kejadian dan Bilangan “qahal” disalin dengan kata “synagoga”. Dan ditempat lain yang dipergunakan kata “ochlos” (kerumunan, misalnya Yer 31,8; Yes16,4; 17,4) atau “plethos” (kumpulan orang, misalnya Kel 12,6; 2Taw 31,18).

Gereja disebut Tubuh Kristus
Pandangan bahwa Gereja adalah Tubuh Kristus mengacu pada paham mengenai keberadaan Gereja sebagai jemaat yang mempunyai hubungan timbal balik dengan Yesus Kristus (segi vertikal) dan dengan sesama anggotanya (segi horisontal). Istilah Tubuh Kristus sendiri berasal dari KSPB, secara khusus dalam tulisan Paulus.
Ø   KSPB
a)    Pengertian menurut Surat Roma (Rom. 12: 4-5) & Korintus (1Kor 12:12)
Disini Tubuh Kristus dipahami secara metafor/kiasan saja. Tekanan ada pada kesatuan relasi antar warga Gereja dalam Yesus Kristus (segi horisontal). Gereja disebut Tubuh terutama karena kerjasama antar anggotanya. Ada pelbagai kharisma tetapi saling melengkapi. Semua itu ada dalam Yesus Kristus. Kristuslah yang membuat Gereja disebut “Tubuh”. Segi horisontal mendapat tekanan disini.

b)    Pengertian menurut Surat Efesus (Ef 4:15-16) dan Kolose (Kol 1:18)
Disini Tubuh Kristus juga dipahami secara kiasan/metafor. Namun tekanannya ada pada hubungan Gereja (Tubuh) dengan Kristus (Kepala), bukan hubungan antar anggotanya. Yesus Kristus tidak dilihat sebagai bagian dari tubuh tetapi sebagai prinsip kehidupan seluruh tubuh. Dari-Nya kehidupan mengalir bagi Gereja. Segi vertikal mendapat tekanan.

c)    Catatan tambahanengertian menurut Surat Roma (Rom. an timbal balik dengan Yesus Kristus (segi vertikal) dan dengan sesama anggotanya (segi hori
Paham Paulus tentang Gereja sebagai Tubuh Kristus itu dapat dijelaskan labih lanjut dengan dua gagasan Paulus lainnya. Dua gagasan tersebut adalah:
1) Seringkali Paulus berkata bahwa “orang beriman hidup dalam Kristus”. Gagasan ini menunjuk pada kesatuan erat antara Kristus dengan orang Kristen. 
2) Paham ‘tubuh’ hanya boleh dikenakan kepada Gereja kalau paham ‘kepala’ dikenakan kepada Kristus. 
Latar belakang ‘kepala’ untuk Kristus itu rangkap: 
a) Dalam latar belakang ilmu kedokteran jaman itu (budaya Helenis) kepala dipandang sebagai sumber kehidupan tubuh. Maka paham ‘kepala’ mau mengungkapkan bawha Kristus merupakan sumber kehidupan bagi Gereja. Tetapi bukan secara fisik, sebab Kristus menggerakkan dan menghidupkan Gereja dengan mengasihinya, seperti seorang suami mengasihi isterinya (Ef 5,23; Kol.1,18).
b) Dalam latar belakang alam pikiran Yahudi kata ‘kepala’ dipakai dalam arti ‘pemimpin’. Kristus memimpin Gereja seperti Yahwe memimpin umat-Nya. disini paham ‘kepala’ mau mengungkapkan keunggulan serta kekuasaan Kristus (Ef 1:23; Kol 1:18) terhadap pemerintah-pemerintah dunai yang gelap ini (Ef 6:12)

    Yang pokok dalam pikiran Paulus bukanlah tubuh melainkan kepala. Kristus tidak dilihatnya sebagian dari tubuh melainkan sebagai prinsip kehidupan seluruh tubuh. Tubuh bukan saja dalam arti badan sosial atau lembaga tetapi dalam arti organisme hidup. Gereja disebut Tubuh Kristus karena mengambil bagian dalam hidup Kristus. Gagasan Gereja sebagai Tubuh Kristus ini diambil alih oleh KV II dalam LG 7.

Ø   Tradisi
a)     Ensiklik “Mystici Corporis” (Pius XII; 1943)
Dengan diterimanya hasil-hasil Konsili Vatikan I secara umum dalam Gereja Katolik maka segi organisasi dan institusional dari Gereja menjadi begitu ditekankan. Namun dikalangan para teolog muncul suara-suara yang menilai bahwa pandangan itu terlalu berat sebelah dan terlalu bercorak “benteng tertutup terhadap dunia modern yang jahat”. Mereka lalu mencari pembaharuan dari studi sejarah, khususnya paham Gereja zaman Bapa-bapa Gereja, dan dari Kitab Suci, terutama paham “Tubuh Kristus” dari Paulus.

Paus Pius XII mendukung usaha pembaharuan itu bahwa paham Gereja yang biasa terlalu sempit dan perlu diperbaiki dengan menggali kembali paham Kitab suci tentang Gereja sebagai dasar. Pius XII lalu menulis ensiklik Mystici Corporis. Pius XII ingin menggantikan gagasan dasar Gereja sebagai “organisasi pengajaran dan pengudusan religius” dengan paham Tubuh Kristus biblis. Maka juga ditekankan peran Roh Kudus dalam Gereja (RK dikatakan sebagai “jiwa Gereja), pentingnya kharisma-kharisma dan sebagainya.

Namun Pius sadar juga bahwa ia harus menghindari bahwa gagasan “Tubuh Kristus” itu meimbulkan salah paham. Salah paham utama yang dapat muncul adalah bahwa “Tubuh Kristus” itu dipandang sebagai suatu realitas batiniah atau rohani saja, terpisah dari Gereja yang kelihatan, khususnya lepas pimpinan yang kelihatan dan wewenangnya sebagai Guru dan Pengudus. Maka Pius menekankan segi kelihatan Tubuh Kristus dan peranan Hirarki. Bahkan terkesan terlalu kuat ditonjolkan. Akibatnya banyak orang menilai bahwa Mystici Corporis tidak berhasil menggantikan paham lama dengan paham biblis Tubuh Kristus, tetapi justru paham Tubuh Kristus dipakai untuk memperkuat dan meradikalkan lagi pandangan lama.

b)     Konsili Vatikan II
          Pemahaman Gereja sebagai Tubuh Kristus mendapat pembahasan tersendiri dalan Lumen Gentium (art 7). Secara singkat pemahaman itu diuraikan dalam dua tahap. Pertama, kesatuan organis anggota-anggota yang mempunyai bentuk dan fungsi yang berbeda (LG 7, al. 1-3), kedua gambaran gereja sebagai tubuh dengan Kristus sebagai Kepala (LG 7, al. 4-8). Namun demikian yang menjadi ide dasar ialah kesatuan dengan Kristus sendiri.
          Pertama-tama ditekankan kesatuan anggota-anggota Gereja. Dalam hal ini yang menjadi dasar kesatuan ialah “hidup Kristus yang dicurahkan kepada kaum beriman”. Kesatuan dengan Kristus itu secara khusus ditampakkan dalam permandian dan ekaristi. Dengan permandian umat “menjadi serupa dengan Kristus” (Rom 6,4-5) dan disatukan “menjadi satu tubuh” (1Kor 12:13). Sedangkan dalam ekaristi “kita secara nyata ikut serta dalam tubuh Tuhan, maka kita diangkat untuk bersatu diantara kita” (1Kor 10:17). Dengan demikian dalam babtisan dan ekaristi kesatuan dengan Kristus dan kesatuan dengan jemaat dinyatakan. Namun disadari bahwa anggota jemaat itu bermacam-macam. Dalam Tubuh Kristus ada “aneka ragam anggota dan jabatan”, tetapi itu semua “supaya bermanfaat bagi Gereja”, karena itu semua berasal dari Roh yang satu dan sama.
          Kedua, kesadaran bahwa yang menjadi pusat persatuan adalah Kristus sendiri dikembangkan dalam paham Kristus sebagai “Kepala Tubuh” (Kol 1:15-18). Dialah yang pertama-tama dari segalanya. Kesatuan dengan Sang Kepala ini membawa konsekuensi bagi anggota-anggota Gereja. Mereka yang dipanggil dalam kesatuan dengan Kristus juga dipanggil untuk menyerupai Kristus (Gal 4:19). Gagasan Kristus sebagai Kepala Tubuh juga berarti bahwa Kristuslah yang menjadi sember kehidupan bagi Gereja. Kehidupan dan pertumbuhan seluruh tubuh berasal dari kepala yang selalu memberikan aneka kurnia. Dari uraian diatas, nampak bahwa paham tubuh sebagai badan atau lembaga ditinggalkan. Yang ditekankan adalah hubungan badan dengan Kristus sendiri.

Gereja sebagai umat Allah
          Konsili Vatikan II menyebut Gereja sebagai “Umat Allah”. Dengan demikian diberi tekanan pada segi ‘communio’ dalam kehidupan beriman. Disadari bahwa Allah menyelamatkan umat-Nya terutama bukan sebagai pribadi-pribadi, tetapi dalam kebersamaan, dalam kelompok umat. Pengalaman dipanggil sebagai kelompok inilah yang menjadi pengalaman umat Israel dalam Perjanjian Lama. Maka kalau Gereja menyebut diri sebagai Umat Allah. Kiranya ide dasarnya tidak bisa dilepaskan dari umat Perjanjian Lama. Disatu pihak, Gereja merasa dirinya sebagai lanjutan dari umat Allah Perjanjian Lama, “disiapkan dalam sejarah bangsa Israel” (LG 2), tetapi dilain pihak juga ada diskontinuitas dengan mereka baik dalam hal iman maupun dalam hal paham mengenai umat Allah sendiri.

1. Paham Umat Allah dalam Kitab Suci
a.  Perjanjian Lama
          Dalam PL, istilah “Umat Allah” jarang dipakai (hanya 2X). Istilah yang tepat adalah “Umat Yahwe” atau “Umat Tuhan (sebanyak 354X). Yang hendak ditekankan oleh PL adalah gagasan mengenai Allah yang menolong, Allah yang mengasihi, yang memperhatikan dan mencintai umat-Nya. “Umat Yahwe” pertama-tama menonjolkan dimensi pilihan Allah, jadi tekanan pada inisiatif Allah untuk mengumpulkan umat tersebut. Kesadaran diri sebagai Umat terpilih ini menjadi pemersatu, juga dibidang sosial politik bagi bangsa-bangsa. Kesadaran diri sebagai bangsa terpilih ini nampak dalam tiga pengalaman pokok: 1) pembebasan dari tanah mesir 2) perjanjian Sinai 3) perebutan tanah terjanji.
          Dalam perkembangannya, gambaran mengenai umat Allah ditandai oleh beberapa unsur:
  1. Perjanjian. Perjanjian dengan Allah dipandang sebagai hadiah cuma-cuma dari Tuhan. Oleh karena itu sudah selayaknya umat menjawab kasih itu dengan menaati segala perjanjian dan hukum Tuhan (Kel 20:22-23:19 dan Ul 12-26).
  2. Kepemimpinan umat Allah PL, yang terdiri dari unsur karismatis (Musa, Yosua para Hakim) dan institusional (Raja-raja)
  3. Hubungan individu-umat. Nampak sikap mereka terhadap bangsa lain. Mereka merasa diri sebagai bangsa terpilih sehingga membuat mereka ekslusif.

b.  Perjanjian Baru
Yesus datang ke dunia untuk mewartakan Kerajaan Allah. Agar pewartaan-Nya dapat diterima oleh banyak orang Yesus mengumpulkan murid-murid disekitarnya. Bagi Yesus, para murid itu dapat memperluas harapan akan Kerajaan Allah bagi seluruh Israel. Namun Israel menolak pewartaan Yesus samapi membunuh-Nya di kayu salib.
          Dengan kebangkitan-Nya Yesus mencurahkan Roh Kudus yang diperoleh dari Bapa dan dijadikan dasar bagi Gereja (Kis 2:33). Melalui peristwa paska para murud berkumpul kembali dan mewartakan kemuliaan Tuhan bagi Umat Allah, Yahdi maupun kafir. Umat Allah tidak lagi terbatas pada para murid ataupun orang Yahudi saja, tetapi umat seluruh dunia. Umat Allah adalah mereka yang mengharapkan keselamatan di dalam Kerajaan Allah.
          Dasar dari Umat Allah yang baru itu adlah ajaran para Rasul, hidup bersama dan pemecahan roti (Kis 2:42). Sedangkan yang mempersatukan antar Umat Allah itu adalah kasih persaudaraan (Kis 2:44-45).

c.   Konsili Vatikan II (LG bab II)
          Dalam Lumen Gentium Umat Allah merupakan judul dari Bab II. Namun demikian yang berbicara langsung mengenai Umat Allah hanya artikel 9. Dengan Umat Allah tidaklah dimaksudkan sebagai “Umat” yang dibedakan dari hirarki, tetapi seluruh umat. Umat Allah lebih mengungkapkan kasih dan kerahiman Allah pada manusia. Dengan faham Umat Allah dinyatakan pula kesininambungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Umat Allah lebih menunjuk realitas historis dari Gereja sendiri. Gereja adalah sekelompok orang yang berkembang dalam sejarah. Dengan demikian menonjol sifat historis manusiawi sebagai pelaksanaan misteri keselamatan. Segi communio juga mendapat tekanan disini.
          Pemahaman Gereja sebagai Umat Allah menempatkan Gereja yang dalam rangka rencana keselamatan Allah yang hadir dalam sejarah yang konkret. Sejak semula pelaksanaan keselamatan Allah dalam sejarah diarahkan pada pembentukan komunitas keselamatan. Itulah yang secara bertahap diwujudkan dalam sejarah keselamatan. Sebagai tahap pertama disebut umat Israel (LG 9 al. 1). Memang dalam sejarah Israell, Umat Allah itu terkait dengan bangsa tertentu, sehingga kekurangan segi universalias. Namun demikian dalam Umat Perjanjian Lama itu, karya Allah sudah hadir dalam sejarah manusia. Tetapi apa yang dimulai dalam sejarah Israel itu mengarah pada pembentukan umat Perjanjian Baru dalam Kristus. Umat Baru yang terbntuk dalam Kristus itu tidak lagi terikat pada bangsa tertentu, tetapi bersifat universal. Dalam Umat Baru, semua orang dipanggil untuk berhimpun dihadapan Tuhan untuk membentuk komunitas keselamatan yang bersatu dalam Kristus.

0 comments:

Post a Comment