Gereja disebut Tubuh Kristus dan Umat Allah
Istilah
Gereja
Gereja
berasal dari kata Portugis “Igreja”. Igreja berkaitan dengan bahasa Spanyol
“Iglesia”, kata Perancis “Eglise”, kata latin “Eclesia” dan kata Yunani
“Eklesia”. Kata “Eklesia” berarti sidang, perkumpulan, paguyuban pada umumnya.
Kata itu malahan tidak dipergunakan untuk menyebut “perkumpulan ibadat”. Dalam
Septuaginta kata ‘eklesia’ secara khusus hanya dipakai sebagai terjemahan kata
Ibrani “qahal’. Qahal tidak selalu diterjemahkan dengan ‘eklesia. Dalam Kita
Kejadian dan Bilangan “qahal” disalin dengan kata “synagoga”. Dan ditempat lain
yang dipergunakan kata “ochlos” (kerumunan, misalnya Yer 31,8; Yes16,4; 17,4)
atau “plethos” (kumpulan orang, misalnya Kel 12,6; 2Taw 31,18).
Gereja
disebut Tubuh Kristus
Pandangan bahwa Gereja adalah Tubuh Kristus
mengacu pada paham mengenai keberadaan Gereja sebagai jemaat yang mempunyai
hubungan timbal balik dengan Yesus Kristus (segi vertikal) dan dengan sesama
anggotanya (segi horisontal). Istilah Tubuh Kristus sendiri berasal dari
KSPB, secara khusus dalam tulisan Paulus.
Ø KSPB
a)
Pengertian menurut Surat
Roma (Rom. 12: 4-5) & Korintus (1Kor 12:12)
Disini Tubuh Kristus
dipahami secara metafor/kiasan saja. Tekanan ada pada kesatuan relasi antar
warga Gereja dalam Yesus Kristus (segi horisontal). Gereja disebut Tubuh
terutama karena kerjasama antar anggotanya. Ada pelbagai kharisma tetapi saling
melengkapi. Semua itu ada dalam Yesus Kristus. Kristuslah yang membuat Gereja
disebut “Tubuh”. Segi horisontal mendapat tekanan disini.
b)
Pengertian menurut Surat
Efesus (Ef 4:15-16) dan Kolose (Kol 1:18)
Disini Tubuh Kristus juga
dipahami secara kiasan/metafor. Namun tekanannya ada pada hubungan Gereja
(Tubuh) dengan Kristus (Kepala), bukan hubungan antar anggotanya. Yesus
Kristus tidak dilihat sebagai bagian dari tubuh tetapi sebagai prinsip
kehidupan seluruh tubuh. Dari-Nya kehidupan mengalir bagi Gereja. Segi vertikal
mendapat tekanan.
c)
Catatan tambahan
Paham Paulus tentang
Gereja sebagai Tubuh Kristus itu dapat dijelaskan labih lanjut dengan dua
gagasan Paulus lainnya. Dua gagasan tersebut adalah:
1) Seringkali Paulus
berkata bahwa “orang beriman hidup dalam Kristus”. Gagasan ini menunjuk pada
kesatuan erat antara Kristus dengan orang Kristen.
2) Paham ‘tubuh’ hanya boleh
dikenakan kepada Gereja kalau paham ‘kepala’ dikenakan kepada Kristus.
Latar
belakang ‘kepala’ untuk Kristus itu rangkap:
a) Dalam latar belakang ilmu
kedokteran jaman itu (budaya Helenis) kepala dipandang sebagai sumber
kehidupan tubuh. Maka paham ‘kepala’ mau mengungkapkan bawha Kristus merupakan
sumber kehidupan bagi Gereja. Tetapi bukan secara fisik, sebab Kristus
menggerakkan dan menghidupkan Gereja dengan mengasihinya, seperti seorang suami
mengasihi isterinya (Ef 5,23; Kol.1,18).
b) Dalam latar belakang
alam pikiran Yahudi kata ‘kepala’ dipakai dalam arti ‘pemimpin’. Kristus
memimpin Gereja seperti Yahwe memimpin umat-Nya. disini paham ‘kepala’ mau
mengungkapkan keunggulan serta kekuasaan Kristus (Ef 1:23; Kol 1:18) terhadap
pemerintah-pemerintah dunai yang gelap ini (Ef 6:12)
Yang pokok dalam pikiran
Paulus bukanlah tubuh melainkan kepala. Kristus tidak dilihatnya sebagian dari
tubuh melainkan sebagai prinsip kehidupan seluruh tubuh. Tubuh bukan saja dalam
arti badan sosial atau lembaga tetapi dalam arti organisme hidup. Gereja
disebut Tubuh Kristus karena mengambil bagian dalam hidup Kristus. Gagasan
Gereja sebagai Tubuh Kristus ini diambil alih oleh KV II dalam LG 7.
Ø Tradisi
a) Ensiklik “Mystici Corporis” (Pius XII; 1943)
Dengan diterimanya
hasil-hasil Konsili Vatikan I secara umum dalam Gereja Katolik maka segi organisasi
dan institusional dari Gereja menjadi begitu ditekankan. Namun dikalangan
para teolog muncul suara-suara yang menilai bahwa pandangan itu terlalu berat
sebelah dan terlalu bercorak “benteng
tertutup terhadap dunia modern yang jahat”. Mereka lalu mencari pembaharuan
dari studi sejarah, khususnya paham Gereja zaman Bapa-bapa Gereja, dan dari
Kitab Suci, terutama paham “Tubuh Kristus” dari Paulus.
Paus Pius XII
mendukung usaha pembaharuan itu bahwa paham Gereja yang biasa terlalu sempit
dan perlu diperbaiki dengan menggali kembali paham Kitab suci tentang Gereja
sebagai dasar. Pius XII lalu menulis ensiklik Mystici Corporis. Pius XII ingin menggantikan gagasan dasar Gereja
sebagai “organisasi pengajaran dan pengudusan religius” dengan paham Tubuh
Kristus biblis. Maka juga ditekankan peran Roh Kudus dalam Gereja (RK
dikatakan sebagai “jiwa Gereja), pentingnya kharisma-kharisma dan sebagainya.
Namun Pius sadar juga
bahwa ia harus menghindari bahwa gagasan “Tubuh Kristus” itu meimbulkan salah
paham. Salah paham utama yang dapat muncul adalah bahwa “Tubuh Kristus” itu
dipandang sebagai suatu realitas batiniah atau rohani saja, terpisah dari
Gereja yang kelihatan, khususnya lepas pimpinan yang kelihatan dan wewenangnya
sebagai Guru dan Pengudus. Maka Pius menekankan segi kelihatan Tubuh
Kristus dan peranan Hirarki. Bahkan terkesan terlalu kuat ditonjolkan.
Akibatnya banyak orang menilai bahwa Mystici
Corporis tidak berhasil menggantikan paham lama dengan paham biblis Tubuh
Kristus, tetapi justru paham Tubuh Kristus dipakai untuk memperkuat dan
meradikalkan lagi pandangan lama.
b) Konsili Vatikan II
Pemahaman
Gereja sebagai Tubuh Kristus mendapat pembahasan tersendiri dalan Lumen Gentium
(art 7). Secara singkat pemahaman itu diuraikan dalam dua tahap. Pertama,
kesatuan organis anggota-anggota yang mempunyai bentuk dan fungsi yang berbeda
(LG 7, al. 1-3), kedua gambaran gereja sebagai tubuh dengan Kristus sebagai
Kepala (LG 7, al. 4-8). Namun demikian yang menjadi ide dasar ialah kesatuan
dengan Kristus sendiri.
Pertama-tama
ditekankan kesatuan anggota-anggota Gereja. Dalam hal ini yang menjadi dasar
kesatuan ialah “hidup Kristus yang dicurahkan kepada kaum beriman”. Kesatuan
dengan Kristus itu secara khusus ditampakkan dalam permandian dan ekaristi.
Dengan permandian umat “menjadi serupa dengan Kristus” (Rom 6,4-5) dan
disatukan “menjadi satu tubuh” (1Kor 12:13). Sedangkan dalam ekaristi “kita
secara nyata ikut serta dalam tubuh Tuhan, maka kita diangkat untuk bersatu
diantara kita” (1Kor 10:17). Dengan demikian dalam babtisan dan ekaristi
kesatuan dengan Kristus dan kesatuan dengan jemaat dinyatakan. Namun disadari
bahwa anggota jemaat itu bermacam-macam. Dalam Tubuh Kristus ada “aneka ragam
anggota dan jabatan”, tetapi itu semua “supaya bermanfaat bagi Gereja”, karena
itu semua berasal dari Roh yang satu dan sama.
Kedua,
kesadaran bahwa yang menjadi pusat persatuan adalah Kristus sendiri
dikembangkan dalam paham Kristus sebagai “Kepala Tubuh” (Kol 1:15-18). Dialah
yang pertama-tama dari segalanya. Kesatuan dengan Sang Kepala ini membawa
konsekuensi bagi anggota-anggota Gereja. Mereka yang dipanggil dalam kesatuan
dengan Kristus juga dipanggil untuk menyerupai Kristus (Gal 4:19). Gagasan
Kristus sebagai Kepala Tubuh juga berarti bahwa Kristuslah yang menjadi sember
kehidupan bagi Gereja. Kehidupan dan pertumbuhan seluruh tubuh berasal dari
kepala yang selalu memberikan aneka kurnia. Dari uraian diatas, nampak bahwa
paham tubuh sebagai badan atau lembaga ditinggalkan. Yang ditekankan adalah
hubungan badan dengan Kristus sendiri.
Gereja
sebagai umat Allah
Konsili
Vatikan II menyebut Gereja sebagai “Umat Allah”. Dengan demikian diberi tekanan
pada segi ‘communio’ dalam kehidupan beriman. Disadari bahwa Allah
menyelamatkan umat-Nya terutama bukan sebagai pribadi-pribadi, tetapi dalam
kebersamaan, dalam kelompok umat. Pengalaman dipanggil sebagai kelompok inilah yang
menjadi pengalaman umat Israel dalam Perjanjian Lama. Maka kalau Gereja
menyebut diri sebagai Umat Allah. Kiranya ide dasarnya tidak bisa dilepaskan
dari umat Perjanjian Lama. Disatu pihak, Gereja merasa dirinya sebagai lanjutan
dari umat Allah Perjanjian Lama, “disiapkan dalam sejarah bangsa Israel” (LG
2), tetapi dilain pihak juga ada diskontinuitas dengan mereka baik dalam hal
iman maupun dalam hal paham mengenai umat Allah sendiri.
1. Paham
Umat Allah dalam Kitab Suci
a.
Perjanjian Lama
Dalam
PL, istilah “Umat Allah” jarang dipakai (hanya 2X). Istilah yang tepat adalah
“Umat Yahwe” atau “Umat Tuhan (sebanyak 354X). Yang hendak ditekankan oleh PL
adalah gagasan mengenai Allah yang menolong, Allah yang mengasihi, yang
memperhatikan dan mencintai umat-Nya. “Umat Yahwe” pertama-tama menonjolkan
dimensi pilihan Allah, jadi tekanan pada inisiatif Allah untuk mengumpulkan
umat tersebut. Kesadaran diri sebagai Umat terpilih ini menjadi pemersatu, juga
dibidang sosial politik bagi bangsa-bangsa. Kesadaran diri sebagai bangsa
terpilih ini nampak dalam tiga pengalaman pokok: 1) pembebasan dari tanah mesir
2) perjanjian Sinai 3) perebutan tanah terjanji.
Dalam
perkembangannya, gambaran mengenai umat Allah ditandai oleh beberapa unsur:
- Perjanjian. Perjanjian dengan Allah dipandang sebagai hadiah cuma-cuma dari Tuhan. Oleh karena itu sudah selayaknya umat menjawab kasih itu dengan menaati segala perjanjian dan hukum Tuhan (Kel 20:22-23:19 dan Ul 12-26).
- Kepemimpinan umat Allah PL, yang terdiri dari unsur karismatis (Musa, Yosua para Hakim) dan institusional (Raja-raja)
- Hubungan individu-umat. Nampak sikap mereka terhadap bangsa lain. Mereka merasa diri sebagai bangsa terpilih sehingga membuat mereka ekslusif.
b.
Perjanjian Baru
Yesus datang ke dunia
untuk mewartakan Kerajaan Allah. Agar pewartaan-Nya dapat diterima oleh banyak
orang Yesus mengumpulkan murid-murid disekitarnya. Bagi Yesus, para murid itu
dapat memperluas harapan akan Kerajaan Allah bagi seluruh Israel. Namun Israel
menolak pewartaan Yesus samapi membunuh-Nya di kayu salib.
Dengan
kebangkitan-Nya Yesus mencurahkan Roh Kudus yang diperoleh dari Bapa dan
dijadikan dasar bagi Gereja (Kis 2:33). Melalui peristwa paska para murud
berkumpul kembali dan mewartakan kemuliaan Tuhan bagi Umat Allah, Yahdi maupun
kafir. Umat Allah tidak lagi terbatas pada para murid ataupun orang Yahudi
saja, tetapi umat seluruh dunia. Umat Allah adalah mereka yang mengharapkan
keselamatan di dalam Kerajaan Allah.
Dasar
dari Umat Allah yang baru itu adlah ajaran para Rasul, hidup bersama dan
pemecahan roti (Kis 2:42). Sedangkan yang mempersatukan antar Umat Allah itu
adalah kasih persaudaraan (Kis 2:44-45).
c.
Konsili Vatikan II (LG bab
II)
Dalam
Lumen Gentium Umat Allah merupakan
judul dari Bab II. Namun demikian yang berbicara langsung mengenai Umat Allah
hanya artikel 9. Dengan Umat Allah tidaklah dimaksudkan sebagai “Umat” yang
dibedakan dari hirarki, tetapi seluruh umat. Umat Allah lebih mengungkapkan
kasih dan kerahiman Allah pada manusia. Dengan faham Umat Allah dinyatakan pula
kesininambungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Umat Allah lebih
menunjuk realitas historis dari Gereja sendiri. Gereja adalah sekelompok orang
yang berkembang dalam sejarah. Dengan demikian menonjol sifat historis
manusiawi sebagai pelaksanaan misteri keselamatan. Segi communio juga mendapat tekanan disini.
Pemahaman
Gereja sebagai Umat Allah menempatkan Gereja yang dalam rangka rencana
keselamatan Allah yang hadir dalam sejarah yang konkret. Sejak semula
pelaksanaan keselamatan Allah dalam sejarah diarahkan pada pembentukan
komunitas keselamatan. Itulah yang secara bertahap diwujudkan dalam sejarah
keselamatan. Sebagai tahap pertama disebut umat Israel (LG 9 al. 1). Memang
dalam sejarah Israell, Umat Allah itu terkait dengan bangsa tertentu, sehingga
kekurangan segi universalias. Namun demikian dalam Umat Perjanjian Lama itu,
karya Allah sudah hadir dalam sejarah manusia. Tetapi apa yang dimulai dalam
sejarah Israel itu mengarah pada pembentukan umat Perjanjian Baru dalam
Kristus. Umat Baru yang terbntuk dalam Kristus itu tidak lagi terikat pada
bangsa tertentu, tetapi bersifat universal. Dalam Umat Baru, semua orang
dipanggil untuk berhimpun dihadapan Tuhan untuk membentuk komunitas keselamatan
yang bersatu dalam Kristus.
0 comments:
Post a Comment