Theology,Technology, and Philosophy, ENJOY!!

Tuesday, February 12, 2013

TEORI TENTANG NILAI LEBIH


AJARAN/TEORI TENTANG NILAI LEBIH[1]



A. TEORI NILAI PEKERJAAN

Teori ini hendak menjawab pertanyaan: bagaimana nilai ekonomis sebuah komoditi (komoditi barang sejauh diniagakan) dapat ditentukan secara obyektif?
Sebelum melihat jawaban Marx, kita perlu memahami sebuah distingsi yang amat penting yaitu distingsi antara nilai pakai dan nilai tukar.
Nilai pakai adalah nilai barang diukur dari kegunaannya untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya: sepatu yang terlalu kecil bagi saya mempunyai nilai pakai nol karena tidak dapat saya pakai, tetapi bagi orang dengan kaki lebih kecil dapat mempunyai nilai pakai lebih lumayan. Jadi nilai pakai adalah manfaat barang untuk memenuhi sebuah kebutuhan dalam masyarakat. Nilai pakai tergantung dari jenis barang (kalau saya memerlukan celana, jangan ditawari dasi,meskipun harganya sama) dan dari kebutuhan dalam masyarakat (nilai pakai pemanas ruang listrik di Jakarta adalah hampir nol, padahal cukup mahal).
Nilai tukar adalah nilai barang kalau dijualbelikan di pasar. Jadi dalam bahasa sederhana, nilainya dalam bentuk uang. Dasi dan celana dapat saja mempunyai nilai tukar yang sama (Mis, RP. 25000) meskipun nilai pakai berbedaa. Pembeli akhir komoditi membelinya demi nilai pakainya, artinya karena ia membutuhkan barang itu.  Tetapi smeua pemberli yang bukan merupakan pembeli akhir membelinya demi nilai tukar, artinya dengan maksud untuk menjualnya kembali dengan tujuan memperoleh laba.
Nilai pakai barang ditentukan oleh kebutuhan masyarakat. Tetapi bagaimana nilai tukar sebuah komoditi ditentukan? Mengapa sebuah dasi sama harganya dengan sebuah celana dan mengapa dengan dua buah? Mengapa sebuah sepeda motor vespa sama haranya (= sama nilai tukarnya) dengan sebuah komputer notebook dan bukan dengan dua notebook?
Marx menjawab: karena waktu untuk memproduksi dua barang yang nilai tukarnya adalah sama. Yang menetukan nilai tukar sebuah barang adalah waktu kerja yang dibutuhkan untuk menciptakannya. Barang yang pembuatannya membutuhkan 2 jam bernilai 2 kali lebih tinggi daripada barang yang bisa dikerjakan dalam 1 jam (dengan harga sebuah jas saya bisa membeli 2 buah celana karena pada waktu seorang penjahit membuat sebuah jas, ia dapat membuat 2 buah celana).
Tetapi bukan waktu kerja individual konkret yang dibutuhkanuntuk produksi barang tertentu (misalnya oleh tukang jahit di jalan Malioboro untuk membuat celana) yang menetukan nilai hasil kerjanya, melainkan apa yang oleh Marx disebut waktu kerja sosial yang perlu, artinya  waktu rata-rata yang diperlukan dalam sebuah masyarakat dengan kepandaian kerja tertentu untuk membuat barang itu. Jadi, nilai tukar komoditi tidak ditentukan oleh jumlah pekerjaan (atau jumlah waktu pekerjaan) yang de facto telah dibutuhkan untuk membuat barang itu, melainkan oleh waktu kerja rata-rata yang diperlukan untuk memproduksikannya berdasarkan tingkat teknologis masyarakat itu. Secara sederhana, nilai tukar sebuah barang ditentukan oleh jumlah waktu yang rata-rata diperlukan untuk memproduksikannya. Yang dimaksudakan dengan teori nilai pekerjaan adalah nilai tukar segenap barang ditentukan oleh jumlah pekerjaan yang masuk ke dalam produksinya.
Sebuah catatan: nilai tukar hampir sama dengan harga komoditi, tetapi tidak seluruhnya sama. Bedanya ialah bahwa harga komoditi tidak hanya ditentukan oleh waktu kerja yang diperlukan untuk memproduksikannya, melainkan juga apakah komoditi itu laku di pasar atau tidak. Jadi oleh hukum penawaran dan permintaan. Kalau permintaan ramai, harga komoditi naik di atas nila tukarnya; kalau p[ermintaan sepi, harganya turun di bawahnya.  Tetapi yang menentukan adalah tetap nilai tukar komoditi, karena nilai tukar itu adalah poros di mana di sekitarnya harga kadang-kadang naik dan kadang-kadang turun. Apabila pasar seimbang, harga komoditi adalah hampir identik dengan nilai tukarnya.

B. TEORI TENTANG NILAI TENAGA KERJA

Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis, tinggi upah buruh yang tepat ditentukan oleh cara yang sama. Upah adalah imbalan atau pembayaran bagi tenaga kerja buruh. Tenaga kerja buruh diperlakukan persis sebagai komoditi. Seperti seseorang menjual hasil kerajinan tangannya di pasar, si burh menjual tenaga kerjanya kepada yang mau membelinya. Majikan adalah orang yang memerlukan komoditi tenaga kerja. Maka ia pergi ke pasar dan membelinya dengan harga yang sesuai dengan nilai tukarnya. Bagaimana nilai (tukar) tenaga kerja buruh ditentukan secara obyektif?
Nilai tenaga kerja (sama seperti nilai komoditi) ditentukan oleh jumlah pekerjaan yang perlu untuk menciptakannya. Maka nilai tenaga kerja adalah nilai yang komoditi yang perlu dibeli oleh buruh agar ia dapat hidup, artinya agar ia dapat memulihkan tenaga kerjanya serta memperbaharuinya dan menggantinya kalau ia sudah tidak dapat bweekerja lagi. Dengan lain kata, nilai tenaga kerja buruh adalah jumlah nilai makanan, pakaian, tempat tinggal dan semua kebutuhan lain si buruh dan keluarganya (sesuai dengan tingkat sosial an kultural masyarakat yang bersangkutan. Kesimpulan teori nilai tenaga kerja itu adalah bahwa upah yang wajar), wajar dalam arti buruh mendapat upah yang senilai (equivalent) dengan apa yang diberikannya. Jadi, sesuai dengan hukum yang secara resmi/umum berlaku di pasar adalah yang mencukupi kebutuhan  buruh untuk dapat memulihkan tenaga kerja serta membesarkan anak-anak yang akan menggantikannya apabila tenaga kerjanya sendiri sudah habis.
Menurut Marx, upah yang diterima buruh adalah adil dalam arti bahwa transaksi antara majikan dan buruh berupa pertukaran ekuivalen: penyerahan tenaga kerja oleh buruh diberi imbala sesuai dengan hukum pasar. Jadi Marx tidak mengandaikan adanya suatu penghisapan buruh yang luar biasa. Ia mengatakan bahwa dalam situasi dan kondisi biasa, upah buruh pun biasa, sesuai dengan harganya.

C. TEORI NILAI LEBIH
Ada pengandaian bahwa seorang buruh membutuhkan rata-rata 10 ribu rupiah perhari supaya ia dengan keluarganya dapat hidup, artinya memulihkan tenaga kerja serta membesarkan anak-anaknya supaya klemudian hari mereka dapat menggantikannya (misalnya termasuk biaya sekolah, dll). Jadi nilai tenaga kerjanya adalah Rp. 10.000 per hari. Marx mengandaikan bahwa dalam keadaan ekonomi normal, majikan yang membeli tenaga kerja buruh itu akan membayar upah yang sesuai, sekitar Rp. 10.000 (kalau jumlah buruh yang menawarkan diri berlimpah, harga tenaga kerja dibedakan dari nilainya akan turun. Jadi upah akan kurang dari Rp. 10.000. sebaliknya, kalau ada kekurangan buruh, upah akan naik diatas Rp. 10.000, tetapi pada hakikatnya upah buruh akan berkisar Rp. 10.000.
Sesudah majikan membeli tenaga kerja buruh itu, apa yang akan dilakukannya? Ia memakainya. Artinya, ia menyuruh buruh bekerjaa. Berapa lama? Karena ia membeli seluruh tenaga kerja buruh (dan membayar sesuai dengan nilainya), ia memilikinya seluruhnya. Jadi ia akan memakai tenaga kerja itu sepenuhnya. Secara teoretis, ia dapat memakainya selama 24 jam per hari. Tetapi karena  manusia tidak dapat bekerja terus menerus, melainkan memerlukan waktu istirahat, waktu kerjanya dengan sendirinya kurang dari 24 jam per hari. Majikan yang bijaksana tidak akan memperjakan buruh sedemikian ketat sehingga mutu tenaga kerja (yang dibelinya) menurun. Misalnya: ia mempekerjakannya selama 8 jam setiap hari (yang berarti bahwa buruh sesudah bekerja capai tidak dapat bekerja lagi; itulah artinya seluruh tenaga kerja dihabiskan). Jadi, buruh bekerja 6 hari seminggu (satu hari dibebaskan untuk pemulihan tenaga kerja lebih menyeluruh) selama 8 jam per hari dengan upah Rp. 10.000 per hari.
Andaikan bahwa yang berhasil diproduksi dalam pekerjaan 8 jam itu bernilai Rp. 20000. Jadi dengan tenaga kerja buruh itu, majikan memperoleh nilai total Rp. 20.000. padahal upah yang diterima hanyalah Rp. 10.000. untuk menciptakan nilai yang seimbang dengan upahnya sebenarnya buruh hanya perlu bekerja selama 4 jam. Tetapi karena ia sudah menjual seluruh tenaga kerja kepada majikan,ia harus menghabiskannya seluruhnya. Artinya, ia harus bekerja 8 jam (atau lebih andaikata itu mungkin). Pekerjaan 4 jam melebihi apa yang perlu untuk menggantikan tenaga kerja buruh itu adalah nilai lebih. Jadi nilai lebih adalah diferensi antara nilai yang diproduksikan selama 1 hari oleh seorang pekerja dan biaya pemulihan tenaga kerjanya.

D. TEORI TENTANG LABA
Menurut Marx, nilai lebih itulah satu-satunya sumber laba sang kapitalis. Andaikata buruuh sudah boleh berhenti 4 jam sesudah bekerja, pekerjaannya tidak akan menghasilkan untung sama sekali bagi pemilik karena yang masuk lewat pekerjaan  buruh langsung keluar sebagai upah. Laba perusahan seluruhnya tergantung dari besar kecilnya nilai lebih. Karena itu, sistem kapitalis adalah sistem yang menghasilkan keuntungan karena nilai lebih yang diciptakan oleh buruh dengan pekerjaannya yang tidak dibayarkan kepadanya. Ada beberapa segi yang perlu diperhatikan di sini.
Barangkali orang akan membantah: bukankah buruh industri bekerja dengan mesin yang melipatgandakan hasil kerjanya? Marx akan menjawab bahwa itu memang betul, tetapi mesin itu sendiri harus dibeli dan dipelihara. Apabila biaya pembelian dan pemeliharaan mesin dikurangi dari harga jual produk akhir perusahan, akan kelihatan bahwa satu-satunya keuntungan pemilik adalah nilai lebih tersebut. Biaya pembelian dan pemeliharaan mesin-mesi  sendiri ditentukan oleh tenaga kerja tangan yang masuk ke dalamnya. Akhirnya seluruh harga sebuah produk dapat dikembalikan kepada pekerjaan tangan buruh, dan laba perusahaan adalah nilai lebih, jadi hasil waktu kerja yang melebihi waktu yang diperlukan untuk memulihkan tenaga kerja yang dipakai.
Teori tentang nilai lebih menyingkapkan apa yang oleh Marx disebut rahasia perekonomian kapitalis. Rahasia itu berhubungan erat dengan hakikat logika sistem kapitalisme kalau dibandingkan dengan perekonomian pasar prakapitalis.


[1] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx, dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, 181-188

0 comments:

Post a Comment