AJARAN/TEORI
TENTANG NILAI LEBIH[1]
A. TEORI NILAI PEKERJAAN
Teori ini hendak menjawab
pertanyaan: bagaimana nilai ekonomis sebuah komoditi (komoditi barang sejauh
diniagakan) dapat ditentukan secara obyektif?
Sebelum melihat jawaban
Marx, kita perlu memahami sebuah distingsi yang amat penting yaitu distingsi antara nilai pakai dan nilai tukar.
Nilai pakai adalah nilai barang diukur dari kegunaannya untuk memenuhi
kebutuhan tertentu. Misalnya: sepatu yang terlalu kecil bagi saya mempunyai
nilai pakai nol karena tidak dapat saya pakai, tetapi bagi orang dengan kaki
lebih kecil dapat mempunyai nilai pakai lebih lumayan. Jadi nilai pakai adalah
manfaat barang untuk memenuhi sebuah kebutuhan dalam masyarakat. Nilai pakai
tergantung dari jenis barang (kalau saya memerlukan celana, jangan ditawari
dasi,meskipun harganya sama) dan dari kebutuhan dalam masyarakat (nilai pakai
pemanas ruang listrik di Jakarta adalah hampir nol, padahal cukup mahal).
Nilai tukar adalah nilai barang kalau dijualbelikan di pasar. Jadi dalam
bahasa sederhana, nilainya dalam bentuk uang. Dasi dan celana dapat saja
mempunyai nilai tukar yang sama (Mis, RP. 25000) meskipun nilai pakai berbedaa.
Pembeli akhir komoditi membelinya demi nilai pakainya, artinya karena ia
membutuhkan barang itu. Tetapi smeua
pemberli yang bukan merupakan pembeli akhir membelinya demi nilai tukar,
artinya dengan maksud untuk menjualnya kembali dengan tujuan memperoleh laba.
Nilai pakai barang ditentukan oleh kebutuhan masyarakat. Tetapi bagaimana
nilai tukar sebuah komoditi ditentukan? Mengapa sebuah dasi sama harganya
dengan sebuah celana dan mengapa dengan dua buah? Mengapa sebuah sepeda motor
vespa sama haranya (= sama nilai tukarnya) dengan sebuah komputer notebook dan
bukan dengan dua notebook?
Marx menjawab: karena waktu untuk memproduksi dua barang yang nilai
tukarnya adalah sama. Yang menetukan nilai tukar sebuah barang adalah waktu
kerja yang dibutuhkan untuk menciptakannya. Barang yang pembuatannya
membutuhkan 2 jam bernilai 2 kali lebih tinggi daripada barang yang bisa
dikerjakan dalam 1 jam (dengan harga sebuah jas saya bisa membeli 2 buah celana
karena pada waktu seorang penjahit membuat sebuah jas, ia dapat membuat 2 buah
celana).
Tetapi bukan waktu kerja individual konkret yang dibutuhkanuntuk produksi
barang tertentu (misalnya oleh tukang jahit di jalan Malioboro untuk membuat
celana) yang menetukan nilai hasil kerjanya, melainkan apa yang oleh Marx
disebut waktu kerja sosial yang perlu,
artinya waktu rata-rata yang
diperlukan dalam sebuah masyarakat dengan kepandaian kerja tertentu untuk
membuat barang itu. Jadi, nilai tukar komoditi tidak ditentukan oleh jumlah
pekerjaan (atau jumlah waktu pekerjaan) yang de facto telah dibutuhkan untuk
membuat barang itu, melainkan oleh waktu kerja rata-rata yang diperlukan untuk memproduksikannya berdasarkan
tingkat teknologis masyarakat itu. Secara sederhana, nilai tukar sebuah barang
ditentukan oleh jumlah waktu yang rata-rata diperlukan untuk memproduksikannya.
Yang dimaksudakan dengan teori nilai
pekerjaan adalah nilai tukar segenap barang ditentukan oleh jumlah
pekerjaan yang masuk ke dalam produksinya.
Sebuah catatan: nilai tukar hampir sama dengan harga komoditi, tetapi tidak
seluruhnya sama. Bedanya ialah bahwa harga komoditi tidak hanya ditentukan oleh
waktu kerja yang diperlukan untuk memproduksikannya, melainkan juga apakah
komoditi itu laku di pasar atau tidak. Jadi oleh hukum penawaran dan
permintaan. Kalau permintaan ramai, harga komoditi naik di atas nila tukarnya;
kalau p[ermintaan sepi, harganya turun di bawahnya. Tetapi yang menentukan adalah tetap nilai
tukar komoditi, karena nilai tukar itu adalah poros di mana di sekitarnya harga
kadang-kadang naik dan kadang-kadang turun. Apabila pasar seimbang, harga
komoditi adalah hampir identik dengan nilai tukarnya.
B.
TEORI TENTANG NILAI TENAGA KERJA
Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis, tinggi upah buruh yang tepat
ditentukan oleh cara yang sama. Upah adalah imbalan atau pembayaran bagi tenaga
kerja buruh. Tenaga kerja buruh diperlakukan persis sebagai komoditi. Seperti
seseorang menjual hasil kerajinan tangannya di pasar, si burh menjual tenaga
kerjanya kepada yang mau membelinya. Majikan adalah orang yang memerlukan
komoditi tenaga kerja. Maka ia pergi ke pasar dan membelinya dengan harga yang sesuai
dengan nilai tukarnya. Bagaimana nilai (tukar) tenaga kerja buruh ditentukan
secara obyektif?
Nilai tenaga kerja (sama seperti nilai komoditi) ditentukan oleh jumlah
pekerjaan yang perlu untuk menciptakannya. Maka nilai tenaga kerja adalah nilai
yang komoditi yang perlu dibeli oleh buruh agar ia dapat hidup, artinya agar ia
dapat memulihkan tenaga kerjanya serta memperbaharuinya dan menggantinya kalau
ia sudah tidak dapat bweekerja lagi. Dengan lain kata, nilai tenaga kerja buruh
adalah jumlah nilai makanan, pakaian, tempat tinggal dan semua kebutuhan lain
si buruh dan keluarganya (sesuai dengan tingkat sosial an kultural masyarakat
yang bersangkutan. Kesimpulan teori nilai tenaga kerja itu adalah bahwa upah
yang wajar), wajar dalam arti buruh
mendapat upah yang senilai (equivalent) dengan apa yang diberikannya. Jadi,
sesuai dengan hukum yang secara resmi/umum berlaku di pasar adalah yang
mencukupi kebutuhan buruh untuk dapat
memulihkan tenaga kerja serta membesarkan anak-anak yang akan menggantikannya apabila
tenaga kerjanya sendiri sudah habis.
Menurut Marx, upah yang diterima buruh adalah adil dalam arti bahwa transaksi antara majikan dan buruh berupa pertukaran ekuivalen: penyerahan tenaga
kerja oleh buruh diberi imbala sesuai dengan hukum pasar. Jadi Marx tidak
mengandaikan adanya suatu penghisapan buruh yang luar biasa. Ia mengatakan
bahwa dalam situasi dan kondisi biasa, upah buruh pun biasa, sesuai dengan harganya.
C.
TEORI NILAI LEBIH
Ada pengandaian bahwa seorang buruh membutuhkan rata-rata 10 ribu rupiah
perhari supaya ia dengan keluarganya dapat hidup, artinya memulihkan tenaga
kerja serta membesarkan anak-anaknya supaya klemudian hari mereka dapat
menggantikannya (misalnya termasuk biaya sekolah, dll). Jadi nilai tenaga
kerjanya adalah Rp. 10.000 per hari. Marx mengandaikan bahwa dalam keadaan
ekonomi normal, majikan yang membeli tenaga kerja buruh itu akan membayar upah
yang sesuai, sekitar Rp. 10.000
(kalau jumlah buruh yang menawarkan diri berlimpah, harga tenaga kerja dibedakan dari nilainya akan turun. Jadi upah akan kurang dari Rp. 10.000.
sebaliknya, kalau ada kekurangan buruh, upah akan naik diatas Rp. 10.000,
tetapi pada hakikatnya upah buruh akan berkisar Rp. 10.000.
Sesudah majikan membeli tenaga kerja buruh itu, apa yang akan dilakukannya?
Ia memakainya. Artinya, ia menyuruh buruh bekerjaa. Berapa lama? Karena ia
membeli seluruh tenaga kerja buruh (dan membayar sesuai dengan nilainya), ia
memilikinya seluruhnya. Jadi ia akan memakai tenaga kerja itu sepenuhnya.
Secara teoretis, ia dapat memakainya selama 24 jam per hari. Tetapi karena manusia tidak dapat bekerja terus menerus,
melainkan memerlukan waktu istirahat, waktu kerjanya dengan sendirinya kurang
dari 24 jam per hari. Majikan yang bijaksana tidak akan memperjakan buruh
sedemikian ketat sehingga mutu tenaga kerja (yang dibelinya) menurun. Misalnya: ia mempekerjakannya selama 8 jam setiap hari
(yang berarti bahwa buruh sesudah bekerja capai tidak dapat bekerja lagi;
itulah artinya seluruh tenaga kerja dihabiskan). Jadi, buruh bekerja 6
hari seminggu (satu hari dibebaskan untuk pemulihan tenaga kerja lebih
menyeluruh) selama 8 jam per hari dengan upah Rp. 10.000 per hari.
Andaikan bahwa yang berhasil diproduksi dalam pekerjaan 8 jam itu bernilai
Rp. 20000. Jadi dengan tenaga kerja buruh itu, majikan memperoleh nilai total
Rp. 20.000. padahal upah yang diterima hanyalah Rp. 10.000. untuk menciptakan
nilai yang seimbang dengan upahnya sebenarnya buruh hanya perlu bekerja selama
4 jam. Tetapi karena ia sudah menjual seluruh tenaga kerja kepada majikan,ia
harus menghabiskannya seluruhnya. Artinya, ia harus bekerja 8 jam (atau lebih
andaikata itu mungkin). Pekerjaan 4 jam melebihi apa yang perlu untuk
menggantikan tenaga kerja buruh itu adalah nilai lebih. Jadi nilai lebih adalah
diferensi antara nilai yang diproduksikan selama 1 hari oleh seorang pekerja
dan biaya pemulihan tenaga kerjanya.
D.
TEORI TENTANG LABA
Menurut Marx, nilai lebih itulah satu-satunya sumber laba sang kapitalis.
Andaikata buruuh sudah boleh berhenti 4 jam sesudah bekerja, pekerjaannya tidak
akan menghasilkan untung sama sekali bagi pemilik karena yang masuk lewat
pekerjaan buruh langsung keluar sebagai
upah. Laba perusahan seluruhnya tergantung dari besar kecilnya nilai lebih.
Karena itu, sistem kapitalis adalah sistem yang menghasilkan keuntungan karena
nilai lebih yang diciptakan oleh buruh dengan pekerjaannya yang tidak
dibayarkan kepadanya. Ada beberapa segi yang perlu diperhatikan di sini.
Barangkali orang akan membantah: bukankah buruh industri bekerja dengan
mesin yang melipatgandakan hasil kerjanya? Marx akan menjawab bahwa itu memang
betul, tetapi mesin itu sendiri harus dibeli dan dipelihara. Apabila biaya
pembelian dan pemeliharaan mesin dikurangi dari harga jual produk akhir
perusahan, akan kelihatan bahwa satu-satunya keuntungan pemilik adalah nilai
lebih tersebut. Biaya pembelian dan pemeliharaan mesin-mesi sendiri ditentukan oleh tenaga kerja tangan
yang masuk ke dalamnya. Akhirnya seluruh harga sebuah produk dapat dikembalikan
kepada pekerjaan tangan buruh, dan laba perusahaan adalah nilai lebih, jadi
hasil waktu kerja yang melebihi waktu yang diperlukan untuk memulihkan tenaga
kerja yang dipakai.
Teori tentang nilai lebih menyingkapkan apa yang oleh Marx disebut rahasia
perekonomian kapitalis. Rahasia itu berhubungan erat dengan hakikat logika
sistem kapitalisme kalau dibandingkan dengan perekonomian pasar prakapitalis.
[1] Franz Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx, dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan
Revisionisme, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, 181-188
0 comments:
Post a Comment