Larangan Nikah Pada perkawinan Katolik
Larangan
Nikah
Larangan
nikah, tidak menghalangi secara mutlak seseorang untuk menikah atau tidak
menghapus kapasitas yuridis seseorang
untuk menikah. Apa bila perkawinan ini dilangsungkan, maka tidak
mengakibatkan perkawinan yang telah dilakukan itu menjadi tidak sah, melainkan
hanya membuat tidak layak (illicit). Kalau suatu perkawinan dilarang, maka
untuk meneguhkannya diperlukan izin dari kuasa gerejawi yang berwenang. Ada
tiga jenis larangan nikah dalam hukum Gereja, yakni: (1). Larangan Legal, (2). Larangan Administratif dan (3). Larangan Yudisial.
Larangan
Legal
- Perkawinan orang-orang pengembara (kanon 1071 § 1, 1º)
- Perkawinan yang menurut norma undang-undang negara tidak dapat diakui atau tidak dapat dilangsungkan (1071§ 1, 2º
- Perkawinan orang-orang yang terikat kewajiban-kewajiban kodrati terhadap pihak lain atau terhadap anak-anak yang lahir dari hubungan sebelumnya (kanon 1071 § 1, 3º).
- Perkawinan orang yang telah meninggalkan iman katolik secara terbuka (kanon 1071§1,4º)
- Perkawinan orang yang terkena hukuman gereja (kanon 1071 § 1,5º)
- Perkawinan anak yang belum dewasa tanpa diketahui atau secara masuk akal tidak disetujui oleh orangtuanya (kanon 1071 § 1, 6º)
- Perkawinan yang akan diteguhkan lewat prokurator (kanon 1071 § 1, 7º)
- Perkawinan bersyarat (kanon 1102 §)
- Perkawinan Campur beda Gereja (kanon 1124)
- Perkawinan rahasia (kanon 1130)
Larangan
Administratif
Larangan
administratif adalah larangan yang dibuat oleh pemegang kuasa administratif
dalam Gereja atas dasar pertimbangan
pastoral khusus dan dalam kasus partikular (kanon 392). Berdasarkan sifatnya
yang kasuistik dan partikular, maka tidak ada daftar yang pasti mengenai
larangan administratif ini.
Salah
satu contoh: Ordinaris wilayah, dapat melarang umatnya melangsungkan
perkawinan, juga jika suatu perkawinan
diteguhkan di tempat lain (kanon 1077§1). Agar larangan tidak dibuat
sewenang-wenang sehingga melanggar secara tidak adil hak fundamental untuk menikah (kanon 1058), maka
larangan itu ada persyaratannya, yakni: hanya dikenakan pada kasus-kasus khusus
(tidak bisa dalam dekret atau undang-undang); hanya untuk sementara waktu;
dikenakan hanya karena alasan yang berat dan alasan itu masih berlangsung.
Larangan
Yudisial
Larangan
Yudisial bersumber dari keputusan atau dekret pengadilan gerejawi. Misalnya dalam dekret pernyataan tidak sahnya perkawinan
(yang dikeluarkan oleh tribunal), hakim
dapat mencantumkan larangan untuk menikah lagi, misalnya bagi pihak yang
menjadi penyebab tidak sahnya perkawinan pertama, entah karena menderita
impotensi, enatah karena tidak mampu membuat konsensus, dll.
Sumber: http://www.katedral.sibolga.org/2012/01/halangan-halangan-nikah-caput.html
0 comments:
Post a Comment