Theology,Technology, and Philosophy, ENJOY!!

Materi Pendidikan Agama Kaloik SD

Kunjungi Chanel DMC Yos Sudarso

Materi Pendidikan Agama Katolik SMA/SMK

Kunjungi Chanel DMC Yos Sudarso di Youtube

Materi Pendidikan Agama Katolik untuk SMP

kunjungi Chanel DMC Yos Sudarso

Showing posts with label Church Documents. Show all posts
Showing posts with label Church Documents. Show all posts

Wednesday, March 6, 2013

Pemutusan dan Pembatalan Perkawinan (dissolutio matrimonii)


Pemutusan dan Pembatalan Perkawinan Katolik

         Pemutusan / perceraian ikatan perkawinan (dissolutio matrimonii) tidak sama dengan pembatalan perkawinan (anulatio matrimonii). Pemutusan ikatan perkawinan selalu mengandaikan sahnya (validitas) perkawinan itu sendiri; sedangkan pembatalan lebih merupakan sebuah keputusan yang diambil oleh Pengadilan Gerejawi yang menyatakan bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan itu adalah tidak sah, sehingga memang belum pernah terjadi perkawinan yang benar dan sah. Dengan kata lain, secara hukum, perkawiman tersebut dianggap tidak sah sejak awal.

Beberapa jenis perkawinan ini adalah:

1.      Perkawinan ratum et non consummatum (kanon 1142)
      Kanon ini mengatakan bahwa perkawinan non consummatum antara orang-orang yang telah dibaptis atau antara pihak dibaptis dengan pihak tak dibaptis dapat diputus oleh Paus. Ada dua kondisi yang dituntut dalam pemutusan semacam ini, yakni tidak adanya konsumasi dan adanya alasan yang wajar. Otoritas yang berwenang untuk memutuskan perkawinan ini hanyalah Sri Paus (dalam hal ini, Kongregasi untuk Urusan Ibadat dan Sakramen). Proses pemutusan ini bukan merupakan proses pengadilan (seperti terjadi dengan proses pembatalan atau anulatio) tetapi lebih merupakan proses administrasi. Untuk mendapatkan dispensasi ini, ada dua tahap yang harus dilalui yakni: proses yang terjadi di daerah domisili, di hadapan Ordinaris Wilayah, dan proses yang terjadi di Tahta Suci, di hadapan Kongregasi untuk Urusan Ibadat dan Sakramen.

2.      Privilegium Paulinum (kanon 1143-1147; 1150).

Dasar: 1Kor 7,12-16
         Motivasi dasar: demi iman pihak yang dibaptis (katolik/non-katolik)
Kanon ini adalah pemutusan ikatan perkawinan  demi iman pihak yang dibaptis, maksudnya untuk memajukan pertobatan pada iman kristen dan bertahan padanya, baik bagi yang bersangkutan maupun bagi anak-anak.  Prinsip dasarnya, adalah:
  • Pada awalnya perkawinan itu dua orang yang tidak dibaptis (infideles): kan 1143 § 1;
  • Salah satu pihak dibaptis, yang lain tetap tidak dibaptis (kanon 1143 § 1;
  • Pihak yang tidak dibaptis tidak lagi ingin hidup bersama atau pergi (discessus), enath secara fisik atau secara moral: kanon 1143 § 1-2
  • Demi sahnya perkawinan baru dari pihak baptis, maka pihak non baptis itu diinterpelasi tentang apakah ia juga mau dibaptis, apakah ia masih mau hidup bersama dengan pihak yang dibaptis secara damai, dlsb.
  • Pihak yang dibaptis memasuki suatu perkawinan baru, dengan demikian putuslah ikatan perkawinan yang terdahulu (kan 1147).


3.   Pemutusan demi iman poligami bertobat (privilegium pianum): kan 1148
            Dasar: konstitusi dari Paus Paulus III dan Pius V berkaitan dg poligami yg bertobat
Motivasi dasar: demi iman pihak poligami yang dibaptis (katolik)
Syarat penggunaan privilegium pianum:
  • Mengenai perkawinan poligami tak-baptis (nfideles)
  • Dlm  perjalanan, poligami dibaptis
  • Poligami baptis tidak bisa mempertahankan perkawinannya dengan istri pertama dan pilih satu dari istri-istri lain
  • Tanpa interpelasi pada pihak isteri pertama
  • Perkawinan baru dg salah satu dari isteri-isteri, selain isteri pertama

4.   Pemutusan demi iman karena penahanan (privilegium gregorianum): kan 1149
Dasar: konstitusi dari Paus Gregorius XIII berkaitan dg orang yang setelah baptis tak mampu memulihkan persekutuan hidup bersama dg pasangan
Motivasi dasar: demi iman pihak yang dibaptis (katolik)
Syarat penggunaan privilegium gregorianum:
  1. Mengenai perkawinan dua orang tak-baptis (infideles)
  2. Dlm  perjalanan, satu dibaptis dan tidak mampu memulihkan  persekutuan hidup bersama karena pasangannya dipenjara atau penahanan
  3. Tanpa interpelasi pada pihak yang dipenjara/ditahan
  4. Perkawinan baru dg orang katolik atau non-katolik dg perhatian syarat perkawinan campur/beda agama:  kan. 1125-1126

5.   Pemutusan ikatan Perkawinan demi iman (dissolutio matrimonii in favorem fidei)
Dasar: instruksi kongregasi Ajaran Iman dan Moral ut notum est, 6 Des,  1973 dan potestas ecclesiae, 31 April 2001
Motivasi dasar: demi iman pihak yang dibaptis (katolik)
Pemutusan ikatan perkawinan demi iman yang juga disebut privilegium petrinum,  sungguh-sungguh sebuah kemurahan (gratia) atau pemberian cuma-cuma dan bebas dari Takhta Suci kepada umat beriman.  Beberapa perkawinan yang pemutusannya termasuk jenis ini adalah:
  • Perkawinan consummatum antara seorang baptis dan seorang tak baptis, dengan atau tanpa dispensasi dari halangan nikah beda agama.
  • Perkawinan antara dua orang tak baptis, kemudian salah satunya dibaptis, namum perkawinan ini tidak masuk dalam lingkup privilegium paulinum karena tak terpenuhinya persyaratan yang dibutuhkan untuk mengaplikasikan privilegi tersebut, misalnya karena hasil  interpelasi terhadap pihak tak baptis adalah positif;
  • Perkawinan dua orang yang selama perkawinan tidak pernah baptis.
Cara yang ditempuh untuk memperoleh kemurahan ini adalah memohon kepada Takhta Suci agar dengan potestas supremanya memberikan kemurahan, dengan memutuskan ikatan perkawinan ini demi iman. Permohonan kemurahan kepada Takhta Suci tersebut harus disertai proses administratif atau proses informatif, melalui mana dikumpulkan berbagai macam dokumen dan bukti-bukti yang dibutuhkan. Yang  harus dibuktikan, yakni tidak adanya baptis dari pihak yang tidak dibaptis

Saturday, January 26, 2013

Lumen Gentium art 1


Terang para bangsalah Kristus itu. Maka Konsili suci ini, yang terhimpun dalam Roh Kudus, ingin sekali menerangi semua orang dengan cahaya Kristus, yang bersinar pada wajah Gereja, dengan mewartakan Injil kepada semua mahkluk (lih. Mrk 16: 15). Namun, Gereja itu dalam Kristus bagaikan sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Maka dari itu, menganut ajaran konsili-konsili sebelum ini, Gereja berkmaksud menyatakan dengan lebih cermat kepada umatnya yang beriman dan kepada seluruh dunia, manakah hakikat dan perutusannya bagi semua orang. Keadaan zaman sekarang lebih mendesak Gereja untuk menunaikan tugas itu, yakni supaya seorang, yang dewasa ini tergabungkan secara lebih erat berkat berbagai hubungan sosial, terknis dan budaya, memperoleh kesatuan sepenuhnya dalam Kristus.

Lumen Gentium art 9


Artikel 9

Di segala zaman dan pada semua bangsa Allah berkenan akan siapa saja yang menyegani-Nya dan mengamalkan kebenaran (lih. Kis 10: 35). Namun Allah bermaksud menguduskan dan menyelamatkan orang-orang bukannya satu per satu, tanpa hubungan dengan satu dengan lainnya. Tetapi, Ia hendak membentuk mereka menjadi umat yang mengakui-Nya dalam kebenaran dan mengabdi kepada-Nya dengan suci. Maka Ia memilih bangsa Israel menjadi umat-Nya, mengadakan perjanjian dengan mereka dan mendidik mereka langkah demi langkah, dengan menampakkan diri-Nya serta rencana kehendak-Nya, dan dengan menguduskan mereka bagi diri-Nya. Tetapi, itu semua telah terjadi untuk menyiapkan dan melambangkan perjanjian baru dan sempurna, yang akan diadakan dalam Kristus, dan demi perwahyuan lebih penuh yang akan disampaikan melalui Sabda Allah sendiri yang menjadi daging...

Adapun seperti Israel menurut daging, yang mengembara di padang gurun, sudah disebut Gereja (jemaat) Allah (lih. Neh 13: 1; Bil 20: 4; Ul 23: 1 dst), begitu pula Israel baru, yang berjalan dalam masa sekarang dan mencari kota yang tetap di masa mendatang (lih. Ibr 13-14), juga disebut Gereja Kristus (lih. Mat 16: 18). Sebab Ia sendiri telah memperolehnya dengan darah-Nya (lih. Kis 20: 28), memenuhinya dengan darah-Nya dan melengkapinya dengan sarana-sarana yang tepat untuk mewujudkan persatuan yang tampak dan bersifat sosial. Allah memanggil untuk menghimpun mereka yang penuh iman mengarahakan pandangan kepada Yesus, pencipta keselamatan serta dasar kesatuan dan perdamaian. Ia membentuk mereka menjadi Gereja, supaya bagi semua dan setiap orang menjadi sakramen kelihatan, yang menandakan kesatuan yang menyelamatkan itu. Gereja yang harus diperluas ke segala daerah, memasuki sejarah umat manusia, tetapi sekaligus melampaui masa dan batas-batas para bangsa. Dalam perjalanannya menghadapi cobaan-cobaan dan kesulitan-kesulitan Gereja diteguhkan oleh daya rahmat Allah, yang dijanjikan oleh Tuhan kepadanya ...

Friday, January 18, 2013

TRADISI GEREJA - CHURCH TRADITION


source: godsbreathpublications.com
KOMPETENSI DASAR

Siswa mengenal Kitab Suci dan Tradisi sebagai tolok ukur tertinggi dari imannya terhadap Yesus Kristus dan ajaran-Nya.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Pada akhir pelajaran, siswa dapat:
1.   memberi contoh bermacam-macam upacara atau kepercayaan yang didasarkan pada tradisi setempat;
2.   menjelaskan arti tradisi dalam Gereja Katolik;
3.   menjelaskan arti Injil Yoh 21: 24-25 dalam kaitannya dengan tradisi dalam Gereja Katolik;
4.   menjelaskan persamaan dan perbedaan “Syahadat Singkat” dan “Syahadat Panjang”;
5.   menyebutkan macam-macam tradisi yang ada dalam Gereja Katolik;
6.   menjelaskan bahwa Kitab Suci bersama tradisi dipandang sebagai norma iman yang tertinggi.

PENDAHULUAN

Setiap masyarakat memiliki tradisi dari nenek moyangnya. Banyak kepercayaan dan upacara atau sikap dan tindakan yang didasari atas tradisi. Semua itu dilaksanakan karena merupakan kebiasaan yang sudah terjadi secara turun-temurun. Tradisi-tradisi tersebut kebanyakan diteruskan secara turun-temurun dan secara lisan. Ada juga beberapa tradisi yang dewasa ini sudah mulai dibukukan.
“Gereja dalam ajaran, hidup, dan ibadatnya, melestarikan dan meneruskan kepada semua keturunan, dirinya seluruhnya, dan imannya seutuhnya.” (Dei Verbum Art. 8). Proses komunikasi atau penerusan iman dari satu angkatan kepada angkatan berikutnya dan di antara orang sezaman itulah yang disebut tradisi. “Tradisi berarti penyerahan, penerusan, komunikasi terus-menerus. Tradisi bukan sesuatu yang ‘kolot’ atau dari zaman dahulu, melainkan sesuatu yang masih terjadi sekarang ini juga. Gereja yang hidup dan berkembang, itulah tradisi”.
Dalam tradisi itu ada satu kurun waktu yang istimewa, yakni zaman Yesus dan para Rasul. Pada periode yang disebut zaman Gereja Perdana, Tradisi sebelumnya dipenuhi dan diberi bentuk baru, yang selanjutnya menjadi inti pokok untuk tradisi berikutnya, “yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.” (bdk. Ef 2: 20). Maka, perumusan pengalaman iman Gereja Perdana yang disebut Perjanjian Baru merupakan pusat dan sumber seluruh tradisi, karena di dalamnya terungkap pengalaman iman Gereja Perdana. Pengalaman itu ditulis dengan ilham Roh Kudus (Dei Verbum Art. 11) dan itu berarti bahwa Kitab Suci mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan, kebenaran yang oleh Allah mau dicantumkan di dalamnya demi keselamatan kita.
Gereja Katolik yakin bahwa Kitab Suci (Alkitab) bersama Tradisi dinyatakan oleh Gereja sebagai “tolok ukur tertinggi iman Gereja” (Dei Verbum Art. 21). Dengan kata “iman”, yang dimaksudkan adalah baik iman objektif maupun iman subjektif. Jadi, “kebenaran-kebenaran iman” yang mengacu kepada realitas yang diimani dan sikap hati serta penghayatannya merupakan tanggapan manusia terhadap pewahyuan Allah.
Beberapa pokok penting yang perlu dipahami dan disadari oleh para siswa adalah: arti tradisi secara umum, pengertian tradisi dalam Gereja Katolik, macam-macam tradisi dan contohnya, membedakan “Syahadat Pendek” dan “Syahadat Panjang” sebagai hasil tradisi Gereja. Dan yang penting adalah keyakinan bahwa Kitab Suci bersama tradisi merupakan tolok ukur tertinggi bagi seluruh iman dan kehidupan Gereja.

MATERI PENJELASAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tradisi diartikan sebagai segala sesuatu (seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dan sebagainya) yang secara turuntemurun diwariskan dari nenek moyang. Setiap masyarakat memiliki tradisi sendiri-sendiri. Tradisi ini berkembang dan diteruskan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya. Dalam perkembangan selanjutnya, tradisi tersebut tentu saja mengalami perubahan dan perkembangan. Beberapa tradisi sering juga hilang karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, pada banyak suku atau etnis, mereka umumnya masih memelihara tradisi-tradisi tersebut.
 Tradisi-tradisi dalam masyarakat tersebut pada umumnya diteruskan kepada generasi berikutnya, terutama diteruskan secara lisan. Banyak kebiasaan atau tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat kita hanya didasarkan atas cerita lisan dari nenek moyang sebelumnya. Meskipun demikian, kita harus mengakui bahwa ada beberapa tradisi yang ditulis, walaupun lebih banyak yang disampaikan secara lisan.

PENDALAMAN MATERI

TRADISI DALAM GEREJA KATOLIK

1. Arti Tradisi dalam Gereja Katolik
Gereja senantiasa melestarikan dan meneruskan hidup, ajaran, dan ibadatnya dari generasi ke generasi. Proses penerusan atau komunikasi iman dari satu angkatan kepada angkatan berikut dan di antara orang-orang seangkatan itulah yang disebut tradisi. Tradisi berarti penyerahan, penerusan, dan komunikasi terus-menerus. Tradisi bukan sesuatu yang “kolot” dari zaman dahulu, melainkan sesuatu yang masih terjadi sekarang ini juga.
Dalam tradisi itu ada satu kurun waktu yang istimewa, yakni zaman Yesus dan para rasul. Periode itu biasa disebut zaman “Gereja Perdana”. Tradisi zaman Gereja Perdana menjadi inti pokok untuk tradisi berikutnya, “dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef 2: 20). Sebagian dari tradisi itu kemudian ditulis, yang sekarang kita kenal sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru. Jadi, tidak semua tradisi ditulis, yang lainnya terus disampaikan secara lisan dari generasi ke generasi. Kitab Suci Perjanjian Baru yang ditulis dengan ilham Roh Kudus dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan, terus mengajarkan kebenaran yang oleh Allah mau dicantumkan di dalamnya demi keselamatan kita.
Sesudah Gereja Perdana, Gereja terus mengolah dan memperdalam ungkapan iman yang terdapat dalam Kitab Suci. (bdk. Dei Verbum Art 8).

2. Contoh Tradisi Ajaran Iman Gereja Katolik
Tradisi dan Kitab Suci saling berhubungan. Tradisi mempunyai titik beratnya dalam Kitab Suci, tetapi tidak terbatas pada Kitab Suci. Sebaliknya, tradisi berusaha terus menghayati dan memahami kekayaan iman yang terungkap di dalam Kitab Suci. Kekayaan iman itu misalnya Syahadat. Di dalam Kitab Suci, kita tidak menemukan Syahadat, tetapi apa yang terungkap dalam Syahadat jelas dilandaskan pada Kitab Suci. Untuk jelasnya, kita akan mempelajari buah karya tradisi, yaitu Syahadat. Kita akan mencoba membandingkan dua Syahadat, yaitu Syahadat Para Rasul (Syahadat Singkat) dan Syahadat dari Konsili Nicea (Syahadat Panjang).

Syahadat Para Rasul/                  Singkat Syahadat Nisea/Syahadat Panjang
Aku percaya akan Allah,                                          Aku percaya akan satu Allah,
Bapa yang mahakuasa,                                                    Bapa yang Mahakuasa,
pencipta langit dan bumi;                                              Pencipta langit dan bumi,
dan akan Yesus Kristus,                                       dan segala sesuatu yang kelihatan
Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita,                               dan tidak kelihatan;
yang dikandung dari Roh Kudus,                            dan akan satu Tuhan Yesus Kristus,
dilahirkan oleh Perawan Maria;                                   Putra Allah yang tunggal.
yang menderita sengsara                                     Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad,
dalam pemerintahan Ponsius Pilatus                                  Allah dari Allah,
disalibkan, wafat, dan dimakamkan;                               terang dari terang;
yang turun ke tempat penantian                                Allah benar dari Allah benar.
pada hari ketiga bangkit                                       Ia dilahirkan, bukan dijadikan
dari antara orang mati;                                            sehakikat dengan Bapa;
yang naik ke surga,                                           segala sesuatu dijadikan oleh-Nya.
duduk di sebelah kanan Allah Bapa                           Ia turun dari surga
yang mahakuasa                                                      untuk kita manusia
dari situ Ia akan datang                                  dan untuk keselamatan kita.
mengadili orang hidup dan mati.                   Dan Ia menjadi daging oleh Roh Kudus
Aku percaya akan Roh Kudus,                            dari Perawan Maria:
Gereja Katolik yang kudus,                                       dan menjadi manusia.
persekutuan para kudus,                                   Ia pun disalibkan untuk kita.
pengampunan dosa,                                        Waktu Ponsius Pilatuas
kebangkitan badan,                                   Ia wafat kesengsaraan dan dimakamkan.
kehidupan kekal.                                                     Pada hari ketiga Ia bangkit
Amin.                                                                   menurut Kitab Suci. Ia naik ke surga,
                                                               duduk di sisi Bapa.Ia akan kembali dengan mulia,
                                                                          mengadili orang yang hidup dan yang mati;
                                                      kerajaan-Nya takkan berakhir. Aku percaya akan Roh Kudus,
                                                      Ia Tuhan yang menghidupkan;Ia berasal dari Bapa dan Putra;
                                                      Yang serta Bapa dan Putra,disembah dan dimuliakan;
                                         Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. Aku percaya akan Gereja
                                      yang satu, kudus, katolik, dan apostolik, aku mengakui satu pembaptisan
                                           akan penghapusan dosa.Aku menantikan kebangkitan orang mati
                                                      Dan hidup di akherat. Amin. 

        Dengan membandingkan kedua rumusan Syahadat tersebut di atas, kelihatan bahwa kedua syahadat itu berbeda. Perbedaan tersebut terutama pada rumusan berikut: “Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa; segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Ia turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita”. Yang lain juga berbeda rumusannya, tetapi isinya kurang lebih sama.
      Rumusan kedua syahadat itu adalah ajaran Gereja yang berasal dari Tradisi. Syahadat pendek lebih tua daripada Syahadat panjang. Syahadat yang panjang muncul, antara lain disebabkan oleh munculnya ajaran-ajaran sesat, yaitu ajaran yang tidak mengakui kemanusiaan Kristus dan yang tidak mengakui ke-Allahan Kristus. Maka, dirumuskanlH Syahadat secara lebih lengkap. Dalam syahadat panjang ITU ditekankan bahwa Yesus sungguh manusia dan sungguh-sungguh Allah.

3. Kitab Suci dan Tradisi Merupakan Tolok Ukur Iman Gereja
      Kitab Suci bersama tradisi merupakan tolok ukur iman Gereja. Itu berarti iman Gereja, baik iman Gereja secara keseluruhan (iman objektif) maupun iman dalam arti sikap masing-masing orang (iman subjektif), diukur kebenarannya oleh Kitab Suci bersama Tradisi.

source:investmeinmymotley.wordpress.com





Thursday, January 10, 2013

Dokumen Gereja / Church Documents

 DOKUMEN GEREJA KATOIK
 
Dokumen Gereja adalah bagian penting dari inti iman Gereja. Dalam dokumen Gereja dijelaskan tentang bagaimana menghayati iman secara kongrit dengan tepat dan benar. berikut adalah dokumen Gereja yang diambil dari : http://www.ekaristi.org/dokumen/dokumen.php